Ahad 19 Nov 2017 12:35 WIB

Studi Sebut Penggemar Harry Potter Manusia yang Lebih Baik

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Buku Harry Potter
Foto: EPA
Buku Harry Potter

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggemar Harry Potter mungkin tidak memiliki kekuatan magis. Sebuah makalah mengungkapkan namun anak-anak yang membaca Harry Potter lebih sedikit berprasangka atau tipe yang tidak mudah menghakimi orang lain.

Penelitian yang berjudul 'The Greatest Magic of Harry Potter: Reducing Prejudice', melakukan tiga studi untuk menguji apakah kontak yang diperluas melalui membaca buku-buku terlaris bisa memperbaiki sikap terhadap kelompok-kelompok stigmatisasi (imigran, homoseksual, pengungsi).

Seperti dilansir dari laman Indy 100, mereka menemukan bahwa identifikasi dengan Harry Potter dan disidentifikasi dari karakter negatif seperti Voldemort dan Death Eaters mengurangi efek dari prasangka terhadap para pembaca muda. Bisa jadi itu karena Harry Potter yang temannya tergambarkan  kerap berada dalam lingkungan minoritas bersama raksasa atau werewolf di sepanjang novel. Sehingga mereka memang tidak terjebak dalam situasi yang memudahkan mereka menghakimi orang lain karena berbeda.

Voldemort dan Death Eaters juga bisa dipandang sejajar dengan Nazisme. Berbagai lontaran yang diucapkan yakni mudblood, half-blood, dan pure-blood cukup mirip dengan lontaran rasis di dunia nyata.

Ditulis dalam situsnya tahun lalu, JK Rowling mengungkapkan ungkapan darah murni, setengah darah dan terlahir sebagai penyihir telah diciptakan oleh orang-orang yang membeda-bedakan orang lain dan menciptkan prasangka diantara sesama.

Bagi Lucius Malfoy, misalnya, seorang penyihir yang separuh manusia sama buruknya dengan manusia. Harry pun dipandang hanya separuh penyihir karena faktor keluarganya yang berdarah manusia.

Kalau Anda memandang itu berlebihan, coba saja tengok bagaimana Nazi menggambarkan darah kaum Arya atau Yahudi. "Saya melihat satu di Museum Holocaust di Washington ketika saya telah menemukan definisi darah murni, setengah darah dan terlahir muggle dan merasa merinding ketika melihat bahwa Nazi menggunakan logika yang sama persis dengan Death Eaters," kata Rowling.

Jika Harry Potter dipandang hina karena kakek neneknya berdarah manusia, Nazi memandang hal yang sama buruk pada seseorang meski hanya kakek atau neneknya berdarah Yahudi.

Rowling juga mengatakan, seseorang jadi terlalu mementingkan diri sendiri. Hingga gagal untuk menyadari bahwa itu tidak penting bagaimana seseorang dilahirkan, tapi bagaimana mereka akhirnya tumbuh menjadi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement