Senin 10 Sep 2018 16:37 WIB

Mana Lebih Baik, Buku Suara atau Buku Konvensional?

Audiobook atau buku suara makin populer seiring dengan kemajuan teknologi.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah pengunjung membaca buku di Perpustakaan Umum Daerah (Perpusda) di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (22/5). Jumlah pengunjung perpustakaan setempat mengalami peningkatan sekitar sepuluh persen selama sepekan Ramadan karena banyaknya warga yang menghabiskan waktu di perpustakaan untuk membaca buku dan mengakses internet secara gratis.
Foto: Aditya Pradana Putra/Antara
Sejumlah pengunjung membaca buku di Perpustakaan Umum Daerah (Perpusda) di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (22/5). Jumlah pengunjung perpustakaan setempat mengalami peningkatan sekitar sepuluh persen selama sepekan Ramadan karena banyaknya warga yang menghabiskan waktu di perpustakaan untuk membaca buku dan mengakses internet secara gratis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Angka membaca buku seakan terus tergerus, sehingga banyak cara dilakukan untuk mengenalkan isi buku, termasuk dengan audiobook atau buku suara. Cara tersebut memudahkan sebab hanya perlu memanfaatkan pendengaran. Namun, apakah cara ini akan memberikan manfaat dengan orang yang membaca buku langsung?

“Saya adalah penggemar audiobook, namun saya selalu menganggapnya sebagai kecurangan,” kata profesor pendidikan di Bloomsburg University of Pennsylvania Beth Rogowsky, dikutip dari Time, Senin (10/9).

Studi tahun 2016, Rogowsky menempatkan asumsinya untuk ujian. Satu kelompok dalam studinya mendengarkan bagian Unbroken, sebuah buku nonfiksi tentang Perang Dunia II oleh Laura Hillenbrand, sementara kelompok kedua membaca bagian yang sama dengan bacaan digital. Dia termasuk kelompok ketiga yang membaca dan mendengarkan pada saat yang sama.

Setelah itu, semua orang mengambil kuis yang dirancang untuk mengukur seberapa baik mereka menyerap materi tersebut. "Kami tidak menemukan perbedaan signifikan dalam pemahaman antara membaca, mendengarkan, atau membaca dan mendengarkan secara bersamaan," kata Rogowsky.

Penelitian Rogowsky menggunakan buku digital daripada buku cetak tradisional, sehingga ada beberapa bukti membaca di layar mengurangi pembelajaran dan pemahaman dibandingkan dengan membaca dari teks tercetak. Mungkin saja, studinya mengadu buku-buku tradisional melawan audiobook, bacaan dengan cara konvensional mungkin akan menjadi yang teratas.

Kalau bertanya-tanya mengapa buku yang dicetak mungkin lebih baik daripada pembacaan berbasis layar, mungkin itu berkaitan dengan ketidakmampuan untuk mengukur dalam sebuah buku elektronik. “Ketika Anda sedang membaca sebuah narasi, urutan kejadian itu penting, dan mengetahui di mana Anda berada dalam sebuah buku membantu Anda membangun narasi itu,” kata profesor psikologi di University of Virginia dan penulis Raising Kids Who Read Daniel Willingham.

Pembacaan buku secara digital mencoba untuk mereplikasi fungsi tersebut dengan memberi tahu berapa banyak halaman yang tersisa hingga lamanya waktu membaca. Namun, cara itu tampaknya tidak memiliki efek naratif yang sama seperti membaca dari buku tradisional.

Fakta teks tercetak berlabuh ke lokasi tertentu pada halaman juga tampaknya membantu orang mengingatnya lebih baik daripada teks berbasis layar. Semua ini mungkin relevan untuk pertarungan antara audiobook dan buku, sebab audiobook menyangkal pengguna isyarat spasial yang akan mereka gunakan saat membaca dari teks langsung. Irama yang diarahkan sendiri dengan membaca juga dapat membedakan buku dari audiobook.

“Sekitar 10 hingga 15 persen gerakan mata saat membaca sebenarnya bersifat regresif, yang berarti [mata] akan kembali dan memeriksa ulang. Ini terjadi sangat cepat, dan itu semacam dijahit secara mulus ke dalam proses membaca kalimat," ujar Willingham.

Willingham mengatakan, permainan membaca ini hampir pasti meningkatkan pemahaman, dan mungkin secara kasar sebanding dengan pendengar yang meminta pembicara untuk berhenti sejenak atau mengulanginya. Bahkan saat orang bertanya, maka akan menemukan apa yang disampaikan. Memang melalui audiobook bisa dilakukan, namun memerlukan waktu dan merepotkan.

Pertimbangan lain adalah saat membaca atau mendengarkan teks, pikiran akan sesekali mengembara. Profesor psikologi di Universitas James Madison dan anggota proyek National Academy of Sciences David Daniel mengatakan, sering kali dalam beberapa detik atau menit fokus akan hilang.

Ketika seseorang membaca, cukup mudah untuk kembali dan menemukan titik ketika fokus mulai menghilang. Namun, kata Daniel, tidak mudah kalau mendengarkan rekaman, terutama berkenaan dengan teks yang rumit. Kemampuan untuk cepat mundur dan memeriksa ulang materi dapat membantu pembelajaran, dan ini mungkin lebih mudah dilakukan saat membaca daripada saat mendengarkan.

"Mengubah halaman buku juga memberi Anda sedikit istirahat," kata Daniel.

Meski kalah dengan buku konvensional, audiobook juga memiliki beberapa kekuatan. Manusia telah berbagi informasi secara lisan selama puluhan ribu tahun,  sementara kata yang dicetak adalah penemuan yang jauh lebih baru.

Pendengaran dapat memperoleh banyak informasi dari infleksi atau intonasi pembicara. Sarkasme jauh lebih mudah dikomunikasikan melalui audio daripada teks yang dicetak.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement