REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 93 juta batang sedotan plastik digunakan dalam sehari di seluruh Indonesia. Sedotan ini menyebabkan pencemaran lingkungan terutama di perairan.
"Sedotan plastik akan lama terurai. Ketika masuk ke perairan akan menyebabkan pencemaran dan mengancam kepunahan ekosistem dalam bentuk mikroplastik. Ini masalah serius yang dihadapi," kata Direktur Pengelolaan Sampah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Sampah dan Bahan Berbahaya dan Beracun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar di Jakarta, Senin (12/11).
Dia mengatakan, sampah plastik mengalami peningkatan di Indonesia. Pada 1995 jumlahnya sekitar sembilan persen, sementara saat ini sudah mencapai 16 persen.
Sampah plastik tersebut berupa kantong plastik sekali pakai, sedotan plastik, styrofoam dan lain sebagainya yang berasal dari restoran, rumah makan, minuman kemasan dan sumber lainnya. Novrizal mengatakan sedotan plastik termasuk dalam 10 besar masalah serius di dunia.
"Sedotan plastik menjadi masalah serius di dunia ketika masuk ke laut," kata dia.
Setiap tahunnya sekitar sepertiga biota laut termasuk terumbu karang, dan bahkan burung laut mati karena sampah plastik termasuk sedotan plastik sekali pakai yang berakhir di lautan.
Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan mengingat terumbu karang berperan besar melindungi pantai dari erosi, banjir pantai, dan peristiwa perusakan lain yang diakibatkan oleh fenomena air laut. Terumbu karang juga merupakan tempat mencari makanan, tempat asuhan dan tumbuh besar bagi berbagai biota laut.
Data Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan, sekitar 70 persen sampah plastik di Indonesia dapat dan telah didaur ulang oleh para pelaku daur ulang. Namun, tidak demikian dengan sedotan yang karena nilainya rendah dan sulit didaur ulang maka tidak ada pelaku daur ulang yang bersedia mengambil.