REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ichsan Emrald Alamsyah
Redaktur Republika.co.id
Sepanjang 2018, siaran televisi di Indonesia sebagian besar masih diisi acara tak sesuai standar. Setidaknya berdasarkan standar yang dimiliki Komisi Penyiaran Indonesia.
Apalagi kini masyarakat tidak tinggal diam bila melihat ada sesuatu yang salah dalam siaran televisi atau pariwara. Terutama semenjak sosial media menjadi bagian dari kehidupan.
Minimal, masyarakat melawan atas nama perlindungan bagi anak di bawah umur dan melanggar kesopanan. Kasus terakhir yang menyeruak adalah petisi seorang ibu bernama Maimon Herawati yang menginginkan penghentian iklan Shopee yang menampilkan grup perempuan Blackpink.
Berdasarkan wawancara dengan Republika.co.id, Maimon mengaku hal ini bermula dari keresahan orang tua yang merasa 'terancam' dengan adanya konten iklan itu. Ia menuturkan, para orang tua itu merasa kesulitan membayangkan seperti apa anak-anaknya di masa depan.
Melihat banyaknya keresahan yang disampaikan, maka ia ingin memastikan, sejauh apa keresahan ini juga dirasakan oleh orang-orang secara umum yang 'tidak menyampaikan keresahannya' pada akun Facebook milik Herawati.
''Maka, saya buat petisi ini untuk mengetahui sejauh mana keresahan itu juga dimiliki oleh orang lain,'' kata dia. ''Dan ternyata, dengan melihat animo masyarakat yang mengisi petisi ini dalam waktu dua hari, tercatat sampai 84 ribu lebih. Saya melihat ini masalah serius dan masalah besar karena banyak sekali yang merasa resah dengan konten iklan Shopee ini di TV.''
Terlepas dari kasus Blackpink, pada pertengahan tahun ini, KPI melaporkan hasil Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode I 2018. Survei dilakukan Januari sampai Maret silam.
Ketua KPI, Yuliandre Darwis menginformasikan, pihaknya menetapkan standar kualitas program siaran TV sebesar 3,0 dari skala satu sampai empat. Dengan kata lain, program siaran disebut baik atau berkualitas apabila nilai skor indeksnya minimal sebesar 3,00. Hasil survei memperlihatkan indeks kualitas secara keseluruhan sebesar 2,84.
Skor tersebut merupakan penghitungan rata-rata dari delapan kategori program siaran, yaitu wisata budaya, religi, anak, talkshow, berita, variety show, sinetron, dan infotainment. Survei dilakukan oleh unit Litbang KPI, melibatkan 120 panelis ahli dari 12 perguruan tinggi negeri di Indonesia.
Apabila diuraikan, empat kategori yang dinilai berkualitas adalah program wisata budaya (3,21), religi (3,19), anak (3,07), dan talkshow (3,01). Sementara program berita (2,98), variety show (2,51), sinetron (2,41), dan infotainment (2,35) belum mencapai standar.
Menurut Andre, instrumen yang dijadikan alat untuk mendapatkan skor sangat mendetail dan beragam di masing-masing program. Indikator penilaian pada program berita, misalnya, melibatkan aspek keberagaman, pengawasan, faktualitas, akurasi, keadilan, kepentingan publik, ketidakberpihakan, dan relevansi.
''Indeks ini bukan bermaksud memberi rapor kepada lembaga penyiaran, tetapi menjadi masukan karena ada beberapa instrumen yang menurut masyarakat perlu dibenahi, agar terbangun peradaban penyiaran Indonesia yang lebih bermartabat,'' tutur Andre.
Sementara hingga periode kedua pun kualitas siaran variety show, sinetron dan infotainment tak kunjung membaik. Hasil survei periode kedua tahun 2018, menunjukkan secara umum kualitas program siaran di televisi hanya 2,87.
Penghentian Program
KPI juga beberapa kali melayangkan surat peringatan kepada stasiun televisi. Pertengahan Maret, KPI melayangkan surat peringatan kepada tayangan mistis, 'Karma'. KPI juga melayangkan surat peringatan resmi dua stasiun televisi yaitu MNC dan Indosiar terkait tayangan sinetron religi.
KPI bahkan secara tegas menghentikan secara sementara Program "Pagi-Pagi Pasti Happy (P3H)" Trans TV. Program tersebut dianggap melakukan pelanggaran mengenai privasi, perlindungan anak, dan klasifikasi remaja. Ada muatan komentar negatif oleh host pada program P3H tertanggal 27 September 2018 dan 3 Oktober 2018 yang membahas kasus Kris Hatta-Hilda.
Mewakili KPI Pusat, Komisioner Dewi Setyarini menyatakan, ada pertimbangan yang mendasari keputusan penghentian sementara. Program tercatat beberapa kali mendapatkan sanksi berupa teguran pertama pada Februari 2018 dan teguran kedua pada Juni 2018. ''Dalam catatan kami, aduan publik terhadap program ini juga cukup banyak,'' ujar Dewi.
Menurut Dewi, KPI Pusat telah melalui langkah-langkah sesuai prosedur, yaitu melakukan sidang pemeriksaan pelanggaran untuk meminta klarifikasi dan sidang penyampaian putusan. Termasuk, memberi kesempatan kepada Trans TV untuk mengajukan surat jika terdapat keberatan terhadap penghentian.
Perempuan yang menjabat sebagai Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran itu berharap, sanksi penghentian sementara menjadi bahan refleksi serta evaluasi di internal pengelola program P3H dan Trans TV. P3H diharapkan tidak melakukan pelanggaran kembali dan berubah menjadi lebih baik.
''Jangan lagi ada muatan privasi, apalagi ditambah pernyataan host yang seringkali bukannya menjernihkan persoalan tapi malah memperkeruh keadaan. Membuka aib seseorang berpotensi menimbulkan konflik,'' kata dia.
Di akhir tahun, berdasarkan permintaan masyarakat, KPI meminta 11 stasiun TV untuk menghentikan iklan Shopee yang mengontrak grup vokal asal Korea Selatan, Blackpink. Iklan tersebut dinilai berpotensi bertentangan dengan norma kesopanan yang dianut oleh masyarakat Indonesia secara umum.
KPI menerbitkan sanksi berupa teguran tertulis kepada empat stasiun televisi yang menayangkan adegan Vicky Prasetyo menggerebek rumah Angel Lelga pada 19 November 2018. Tayangan tersebut dianggap melanggar aturan penyiaran dan dikhawatirkan memberikan ajaran buruk bagi anak-anak untuk berperilaku tak pantas.
Media tak 'Tersentuh'
Meski KPI menjadi garda terdepan dalam pengawasan televisi, minimal bagi tontonan anak di masa depan, ada satu media terbaru yang tak bisa disentuh KPI. Media itu adalah 'idiot box' terbaru yang justru banyak disentuh kalangan anak dan remaja.
Media itu adalah televisi di media sosial, seperti YouTube, IGTV dan FBTV. Saat ini sebagian besar media mulai bergeser menayangkan program di media sosial tersebut. Begitu juga pengiklan yang kini lebih nyaman bersarang di media sosial.
Hanya saja media tersebut saat ini belum memiliki 'filter', meski sudah ada YouTube Kids misalnya, berupa undang-undang. Tak heran norma kesopanan sama sekali tak diindahkan oleh sebagian artis media sosial.
Lucunya justru mereka yang diidolakan oleh anak dan remaja. Hal ini pun bagi penulis menimbulkan ketakutan atas masa depan anak-anak Indonesia.
''Banyak komplain KPI untuk hentikan YouTube, FBTV, IGTV. Kewenangan KPI belum sampai sana. Meski perilaku di media baru sangat sporadis. Beda dengan media mainstream yang kami jamin berjalan baik," ucap Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis.
Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah mulai memperhatikan tayangan di media sosial tersebut. Penerapan pajak dan revisi undang-undang penyiaran bisa diterapkan sambil mengikuti arah perubahan zaman.
Namun yang perlu diingat aturan, beleid atau apapun itu tak boleh membelenggu kreativitas dan kebebasan berkreasi. Dengan kata lain, kita perlu melahirkan generasi baru dimana mereka bebas berkreasi namun bertanggung jawab.