REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inflasi biaya pendidikan terus meningkat signifikan setiap tahun. Angkanya bisa mencapai 15 persen per tahun. Ketua Asosiasi Perencana Keuangan Indonesia, Henry Januar, menyarankan agar menempatkan biaya pendidikan di instrumen beragam.
"Sebaiknya disimpan di banyak instrumen yang variable return, seperti saham, reksa dana, keuntungannya bisa di atas inflasi," kata dia pada Republika.co.id, di Bursa Efek Indonesia, Senin (21/1).
Henry mengatakan ada dua tipe investasi yakni fixed return dan variable return. Fixed return termasuk tabungan, deposito, reksa dana terproteksi, obligasi. Sementara variable return seperti saham, dan reksa dana tidak terproteksi.
Ia memprediksi jumlah investor yang masuk dalam variable return bisa meningkat hingga 6-7 persen. Jumlah ini sudah cukup bagus karena pada dasarnya peningkatan dua persen saja sudah menjadi suatu kemajuan signifikan.
Henry menjabarkan ada tiga tingkatan investor dengan skema piramida. Tingkatan paling bawah adalah yang paling banyak dengan tipe konservatif dan mayoritas masyarakat ekonomi menengah. Yaitu, tidak terlalu suka investasi dengan portfolio spending di konsumer tinggi.
Tingkatan kedua adalah masyarakat yang lebih memilih investasi pada instrumen fixed return. Sementara tingkatan paling tinggi di pucuk segitiga adalah masyarakat yang sudah mulai mencoba banyak instrumen investasi.
"Untuk biaya pendidikan itu memang harus mengurangi belanja, masyarakat harus lebih berhemat untuk berinvestasi lebih banyak," kata dia. Tidak ada instrumen paling pas untuk satu tujuan utama, melainkan harus bervariasi dan disesuaikan dengan profil keuangan nasabah.