Selasa 29 Jan 2019 00:10 WIB

40 Persen Ibu Bekerja Penuh Waktu Merasa Stres

Stres mempengaruhi kesehatan.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Ani Nursalikah
Wanita bekerja yang sudah memiliki anak memiliki tantangan tertentu dalam menyeimbangkan hidupnya. Ada beberapa hal yang penting diperhatikan agar karier dan peran sebagai ibu bisa berjalan berbarengan.
Foto: pixabay
Wanita bekerja yang sudah memiliki anak memiliki tantangan tertentu dalam menyeimbangkan hidupnya. Ada beberapa hal yang penting diperhatikan agar karier dan peran sebagai ibu bisa berjalan berbarengan.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sebuah penelitian baru menemukan tingkat stres para ibu yang memiliki dua anak dan bekerja penuh waktu meningkat secara signifikan. Penelitian ini dilakukan oleh tim peneliti dari University of Manchester dan University of Essex.

Mereka menganalisis data sekitar lebih dari 6.000 orang yang dikumpulkan oleh The UK Household Longitudinal Study. Studi nasional, yang diterbitkan dalam jurnal British Sociological Association Journal Sociology, mengumpulkan berbagai informasi dari rumah tangga di seluruh negeri termasuk kehidupan kerja penduduk, tingkat hormon mereka, tekanan darah, dan pengalaman dengan stres.

Para peneliti menilai 11 biomarker yang terkait dengan stres kronis di antara para peserta penelitian. Menurut temuan mereka, seperti yang dilansir dari Independent, Senin (28/1), tingkat keseluruhan biomarker yang terkait dengan stres kronis adalah 40 persen lebih tinggi di antara wanita yang memiliki dua anak dan bekerja penuh waktu dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki anak dan juga bekerja penuh waktu.

Tingkat keseluruhan biomarker yang terkait dengan stres kronis adalah 18 persen lebih tinggi di antara ibu dengan satu anak dan pekerjaan penuh waktu. Para peneliti juga menemukan wanita dengan dua anak yang bekerja dengan jam kerja dikurangi memiliki tingkat stres kronis 37 persen lebih rendah daripada ibu yang bekerja dengan jam kerja tidak fleksibel.

Tingkat stres kronis di antara ayah yang bekerja juga ditemukan lebih rendah ketika mengurangi jam kerja. Menurut The American Institute of Stress, gejala stres kronis meliputi lekas marah, cemas, depresi, sakit kepala, dan susah tidur.

Saat melakukan penelitian, para peneliti menyesuaikan data mentah untuk mengesampingkan prospek faktor gaya hidup lainnya yang mempengaruhi temuan mereka. Faktor-faktor ini termasuk hal-hal seperti usia wanita, pendapatan mereka, etnis, atau pendidikan mereka.

“Konflik pekerjaan-keluarga dikaitkan dengan meningkatnya ketegangan psikologis dengan tingkat stres yang lebih tinggi dan tingkat kesejahteraan yang lebih rendah,” kata para peneliti.

Orang tua dari anak-anak kecil beresiko mengalami konflik pekerjaan-keluarga. Kondisi kerja yang tidak fleksibel terhadap tuntutan keluarga ini, seperti jam kerja yang panjang, dapat berdampak buruk pada reaksi stres seseorang.

“Peristiwa stress berulang yang timbul dari kombinasi stresor sosial dan lingkungan serta peristiwa kehidupan traumatis utama mengakibatkan stres kronis yang pada gilirannya mempengaruhi kesehatan,” ujar mereka.

Peneliti mengatakan jam kerja yang fleksibel dapat bermanfaat memastikan para pekerja dapat mencapai keseimbangan kehidupan kerja yang memuaskan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement