REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pakar pendidikan dan penulis buku, Zulfikri Anas menyoroti pentingnya pameran buku Islam atau Islamic Book Fair (IBF). iBF 2019 tengah digelar di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, 27 Februari hingga 3 Maret 2019.
“Momentum IBF sangat penting karena karena sejalan dengan hangatnya diskusi tentang kesiapan kita memasuki abad 21, era revolusi 4.0,” kata Zulfikri Anas melalui rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (27/2).
Ia menambahkan, era revolusi 4.0 ini ditandai dengan melimpahnya berbagai produk tekonologi, ilmu pengetahuan dan informasi. Pada era ini, semua orang dapat dengan mudah mengakses informasi apapun. Hampir tidak ada lagi rahasia yang dapat disembunyikan, ilmu apapun tersedia dengan mudanya.
“Pada era revolusi 4.0, kesuksesan seseorang tidak lagi bergantung kepada ilmu yang ia miliki, melainkan lebih kepada bagaimana dia menyikapi, memperlakukan, dan memanfaatkan ilmu itu sehingga potensi unik yang ada dalam dirinya bermakna dan mengutuhkan kehidupan,” kata Pembina Indonesia Emas Institute.
Penulis buku Sekolah Kehidupan, Kurikulum Kehidupan, dan Guru Kehidupan (semuanya diterbitkan oleh Penerbit Al-Mawardi Prima) itu menegaskan, buku adalah sebagian dari kitab-kitab Allah yang membangkitkan semua potensi yang tersimpan dalam diri setiap individu manusia. “Setiap individu manusia diamanahi potensi unik yang tak tergantikan, demikian halnya penulis,” ungkapnya.
Menurutnya, setiap penulis mewakili satu sudut pandang khas sesuai dengan "ruang" yang disediakan Allah untuknya. Dan ketika para penulis konsisten menempati ruang itu, maka kehadiran buku menjadi perwakilan sabda Ilahi dari sudut masing-masing.
Untuk itu, membaca banyak buku akan memberikan kekuatan kepada manusia untuk mendapatkan gambaran utuh dari seluruh pesan-pesan Ilahi dan melalui keberagaman sudut pandang itu. “Kita menyadari bahwa perbedaan adalah kekuatan untuk membuktikan bahwa hidup itu ada karena perbedaan. Menyadari perbedaan berarti menyadari peran dan tugas masing-masing dalam mengutuhkan harnoni kehidupan. Di situ tudak ada fitnah, tidak kebohongan, dan tidak ada hoaks yang dipercaya sebagai kebenaran,” papar Zulfikri Anas.