REPUBLIKA.CO.ID, GUJARAT -- Majelis Ulama Indonesia Jawa Barat (MUI Jabar) memancing pro dan kontra setelah kemarin mewacanakan akan mengharamkan Player Unknown's Battle Ground (PUBG). Inisiatif mengharamkan gim daring tersebut muncul setelah MUI Jabar melihat video penembakan di dua masjid Christchurch yang dinilai terinspirasi dari PUBG.
Tatkala MUI Jabar saat ini mempermasalahkan PUBG setelah insiden terorisme di Christchurch, sudah ada wilayah lain yang lebih dulu melarang masyarakatnya bermain PUBG. Belum lama ini pemerintah negara bagian Gujarat di India melarang permainan PUBG. Akan tetapi, landasan larangan tersebut bukanlah karena adanya peristiwa di Christchurch.
Dikutip dari The Verge, PUBG masih legal di seluruh India. Tetapi Gujarat memilih melarang permainan itu setelah orang tua dan pendidik mengeluhkan PUBG terlalu keras dan mengalihkan perhatian siswa untuk belajar. Pekan lalu bahkan polisi di India menangkap sepuluh siswa setelah mereka ketahuan bermain PUBG di ponsel.
Gujarat, negara bagian barat di negara itu, melarang permainan itu pekan lalu karena kekhawatiran PUBG terlalu membuat ketagihan dan kejam. Sekarang para siswa yang ditangkap sudah dibebaskan dengan jaminan. Para siswa tampaknya sangat asyik dalam permainan itu sehingga mereka tidak melihat ke atas dan melihat polisi mendekati untuk menangkap mereka. Demikian keterangan seorang polisi kepada media setempat.
Pada Februari lalu, seorang menteri setempat di Gujarat menggambarkannya sebagai 'setan di setiap rumah', menurut The Times of India. Bahkan ketika pemain terus menikmati PUBG di ponsel di bagian lain India, para pendidik di tempat lain di negara ini masih khawatir tentang permainan yang terlalu membuat ketagihan.
Bulan lalu, perusahaan induk PUBG, Bluehole, merilis pernyataan kepada media lokal India untuk mengatasi masalah tersebut. "Kami juga percaya bahwa sangat penting bagi kami untuk menjadi anggota yang bertanggung jawab atas ekosistem permainan. Untuk tujuan ini, kami terus-menerus bekerja dan akan terus bekerja dengan orang tua, pendidik, dan badan pemerintah, dan mendengarkan umpan balik mereka tentang apa yang dapat kami lakukan," demikian pernyataan perusahaan. (Christiyaningsih)