REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berinvestasi sudah bukan sesuatu yang hanya bisa dilakukan mereka dengan kocek tebal. Salah satu instrumen investasi yang digemari adalah emas atau logam mulia.
Peneliti INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara memprediksi bahwa logam mulia masih menjadi instrumen investasi yang paling menjanjikan. Dalam ketidakpastian pasar finansial, logam mulia dinilai paling relatif aman atau tahan gejolak dibandingkan dengan investasi lainnya.
"Dalam setahun ini harga emas meningkat hingga 20,9 persen. Kita bandingkan, IHSG cuma 5,25 persen, deposito 6 sampai 7 persen dengan tenor 1 tahun juga. Jadi kalau kita simpulkan, investasi emas kenaikannya paling tinggi," kata Bhima usai peluncuran logam mulia Waris di Sampoerna Strategic, Jakarta, Senin (11/11).
Menurut Bhima, keadaan ini diprediksi akan berlangsung selama dua hingga tiga tahun ke depan. Hal itu mengacu pada prediksi beberapa lembaga seperti IMF dan Bank Dunia yang memperkirakan, PDB Indonesia tahun depan tetap bertahan di level 5,1 persen.
"Artinya recovery ke level 5,3 persen atau 5,4 persen itu mungkin terjadi 2 sampai 3 tahun ke depan. Selama waktu itu juga investasi emas akan menjadi hal yang menarik," jelas Bhima.
Selain itu, Bhima juga memprediksi bahwa tahun depan harga emas tetap meningkat sampai 25-28 persen. Karenanya, dalam kondisi perekonomian global seperti sekarang, dia menyarankan agar masyarakat memilih logam mulia sebagai instrumen investasi.