Senin 25 Nov 2019 09:46 WIB

Ada 'Sontoloyo' di Taman Ismail Marzuki

Pameran 'Sontoloyo' digelar di TIM, Jakarta, hingga 29 November.

Rep: Ronald Ricardo (cek n ricek)/ Red: Ronald Ricardo (cek n ricek)
Foto: Ronald/Ceknricek.com
Foto: Ronald/Ceknricek.com

CEKNRICEK.COM -- Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) melalui Komite Seni Rupa menggelar pameran Sepilihan Koleksi DKJ dan Sketsa Urban "Sontoloyo". Acara digelar di Galeri Cipta I, TIM, Jakarta, 15-29 November 2019.

Kurator pameran, Lisistrata Lusandiana mengatakan, pameran ini memamerkan kembali 15 lukisan koleksi DKJ yang dianggap masih memiliki roh dan mampu mengikuti perkembangan seni rupa, yang mana ada nilai dan konteks yang dapat ditafsirkan ulang dalam ruang dan waktu.

"Yang berbeda, Pameran Sepilihan Koleksi DKJ dan Sketsa Urban juga mengundang 20 pensketsa urban untuk merespon empat karya sketsa dan satu lukisan koleksi DKJ, yakni sketsa Nashar, Zaini, Oesman Effendi, Muryoto Hartoyo dan satu lukisan karya Zaini, yang semuanya menggambarkan suasana urban Jakarta di era 60-an," ujar Lisistrata dalam konfrensi pers pembukaan pameran, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Foto: Ronald/Ceknricek.com

Baca Juga: Pementasan Kursi-Kursi Teater Satu Lampung Buka FTJ 2019

Lisistrata menambahkan, respon dari 20 pensketsa menghasilkan 60 karya sketsa baru. Di samping sepilihan lima karya perupa tersebut, ditambahkan juga beberapa koleksi lukisan yang dianggap masih berkaitan dengan sketsa urban, yakni karya yang implisit mengemukakan masalah kota.

"Ada lukisan Dede Eri Supria, Berangkat Kerja (1980), Jojo Gazali, Atap-Atap (1978), Ipe Ma'ruf, Pasar (tanpa tahun), serta sejumlah karya lain yang dianggap berada dalam "wilayah" yang sama. Karya itu antara lain, karya Rudi Isbandi yang abstrak, Karya Basuki Resobowo yang semi abstrak dan Hardi yang figuratif dengan menampilkan potret diri berjudul Presiden RI 2001," kata Lisistrata.

Mengapa Sontoloyo?

Menurut Bambang Bujono yang juga merupakan salah satu kurator, frasa Sontoloyo dipilih sebagai tajuk pameran kali ini karena tidak sulit menengarai bahwa sketsa-sketsa dan lukisan yang dibuat bukanlah yang utama.

"Objek bagi mereka hanyalah semacam pintu untuk melahirkan garis-garis horizontal, vertikal, miring, serta beberapa torehan zigzag yang dibuat dengan kuas tinta hitam untuk menggambarkan gedung-gedung, menara, pasar dan ruang urban di dalam kota," kata Bambang.

Menurut Bambang, sepuluh tahun belakangan juga muncul fenomena Sontoloyo yang dimulai dari Seattle, Amerika Serikat. Di mana seorang Jurnalis dan desainer bernama Gabriel Campanario membuat sketsa-sketsa tentang sudut-sudut kota di Seattle dan mendapat respon dari mana-mana.

Foto: Ronald/Ceknricek.com

"Fenomena Sontoloyo yang kemudian dikenal dengan nama Sketsa Urban ini kemudian menjangkiti beberapa pensketsa urban yang mengunggah karyannya ke media sosial yang menghadirkan foto sketsa dan foto objek," kata Bambang 

Bambang menjelaskan, dua hal yang dikemukakan dari foto itu adalah sketsa mirip dengan objeknya yang juga menunjukkan bahwa sketsa dibuat on the spot, sebagai salah satu ketentuan manifesto Sketsa Urban. 

"Koleksi itu memberikan pemaknaan bagi Sketsa Urban, dan sebaliknya, Sketsa Urban membekali kita untuk kembali melihat koleksi yang menegaskan masalah-masalah kreativitas dan berkesenian," tutup Bambang.

BACA JUGA: Cek SELEBRITI Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini

Editor: NadiaNabillah

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ceknricek.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ceknricek.com.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement