REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Generasi milenial dinilai cukup kesulitan ketika ingin membeli hunian, baik itu rumah maupun apartemen. Generasi milenial kerap menghadapi kendala finansial ketika ingin mewujudkan pembelian properti.
Sebab, generasi milenial adalah kelompok yang baru memulai karier. Pendapatannya masih tergolong rendah untuk mendapatkan hunian yang harganya semakin mahal.
Department Head Research & Consultancy PT Savills Consultants Indonesia, Anton Sitorus, mengatakan hal ini bisa diatasi dengan mendisiplinkan diri untuk menabung. Namun dia tidak yakin apakah menabung bisa menjadi kebiasaan generasi milenial .
"Menurut saya, menyisihkan pendapatannya untuk menabung dan mendisiplinkan diri menabung menjadi challenge terberat," ujarnya saat dihubungi Republika, beberapa waktu lalu.
Anton pun melihat generasi milenial menaruh preferensi lebih pada hal-hal lain di luar properti, misalnya gawai dan jalan-jalan. Dia melihat pola pikir generasi milenial sudah berubah soal kepemilikan. Sekarang ini, kata dia, generasi milenial cenderung lebih memilih sewa hunian, berbeda dengan apa yang dilakukan generasi sebelumnya.
Bagi generasi milenial, kepemilikan bukan yang paling utama. Yang penting, kebutuhan mereka terpenuhi, meski harus menyewa.
"Itu yang membuat konsep-konsep seperti co living mulai populer karena sifatnya sewa, juga bisa patungan untuk memudahkan pembayarannya. Jadi ya itulah kira-kira beberapa pergeseran-pergeseran yang terjadi," kata Anton.
Meski begitu, bukan berarti generasi milenial tidak bisa memiliki hunian sendiri. Anton mengatakan ada hal-hal yang perlu disiapkan generasi milenial ketika hendak membeli rumah atau apartemen. Pertama, yaitu mempersiapkan kemampuan finansial untuk membayar uang muka rumah atau apartemen. Kedua, kemampuan cicilan sesuai dengan pendapatan rutin.
Menurut Anton, kedua persiapan ini perlu diperkuat dengan niat dan rencana pembelian properti yang sudah diprioritaskan. Jika tidak demikian, generasi milenial akan sulit membeli properti.