REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jakarta Islamic Centre (JIC) mengadakan studi pengelolaan wisata religi berbasis masjid pada Oktober sampai November 2017. Terkait dengan studi tersebut, JIC menggelar diskusi kelompok terarah atau focus group discussion (FGD). Kegiatan tersebut diadakan di Ruang Audiovisual Masjid JIC,Tugu, Koja, Jakarta Utara, Rabu (8/11).
FGD tersebut dibuka oleh Wakil Kepala Badan Manajemen JIC Khudrin Hasbullah. “FGD studi pengelolaan wisata religi berbasis masjid sangat strategis bagi JIC untuk memainkan peran sebagai perekat dan penghubung masjid-masjid yang ada di ibukota Jakarta, khususnya masjid-masjid yang punya nilai sejarah atau historis. Misalnya Masjid Luar Batang, Masjid Si Pitung, Masjid Tambora, Masjid Agung Sunda Kelapa dan sebagainya,” kata Khudrin Abdullah.
Kepala Divisi Sosial Budaya JIC H Haerullah menambahkan, kini wisata halal atau wisata Muslim terus berkembang pesat. Salah satu bagian dari wisata Muslim adalah wisata religi berbasis masjid.
“Melalui studi ini, kami berharap terbangun kesadaran pengembangan dakwah Islam melalui wisata religi yang berbasis masjid. Kami juga berharap mendapatkan gambaran yang jelas langkah-langkah mengembangkan model wisata religi yang berbasis masjid,” papar Haerullah.
Dalam kesempatan terpisah, praktisi wisata Muslim Endy M Atiswara mengemukakan, secara umum masjid-masjid yang ada di DKI Jakarta belum siap menyambut wisatawan Muslim. Namun ada beberapa yang dinilai sudah siap atau setidaknya sudah hampir memenuhi syarat untuk sambut wisatawan Muslim. “Contohnya, Masjid Istiqlal, Masjid Pekojan, Masjid Daarut Tauhid Cipaku, Masjid Laotze, Masjid Luar Batang, Masjid At-Tiin, Masjid Ramlie Musofa Sunter, dan Masjid Al-Azhar,” kata Endy M Atiswara kepada Republika.co.id, Selasa (7/11).
Tour leader Muslim Mohammad Fajar Akbar mengatakan, baru beberapa masjid di DKI Jakarta yang siap menyambut wisatawan muslim, atau setidaknya sudah hampir memenuhi syarat untuk sambut wisatawan Muslim. “Contohnya Masjid Istiqlal, Masjid Pekojan, Masjid Daarut Tauhid Cipaku, Masjid Laotze, Masjid Luar Batang, Masjid At-Tiin, Masjid Ramlie Musofa Sunter,Mmasjid Al-Azhar dan lain sebagainya,” kata Mohammad Fajar Akbar kepada Republika.co.id, Rabu (8/11).
Hal senada diungkapkan tour leader Muslim Arsiya Heni Puspita. “Secara umum, belum ada masjid di Jakarta yang 100 persen siap menyambut wisatawan Muslim. Namun beberapa masjid sudah hampir memenuhi syarat untuk menyambut wisatawan Muslim. Contohnya Masjid lstiqlal, Msjd Luar Batang, Masjid Mbah Priok, Masjid Jatinegara Kaum, Masjid Lautze dan Masjid At-Tiin,” kata Arsiya Heni Puspita kepada Republika.co.id, Senin (13/11).
Ketiga praktisi wisata Muslim itu menyebutkan beberapa hal yang perlu disiapkan oleh pengurus masjid agar masjid tersebut bisa mendukung pengembangan wisata religi berbasis masjid. Antara lain, petunjuk arah tour di masjid, tempat transit bagi tamu non-Muslim untuk salin pakaian yang memenuhi syarat, dan petugas yang ramah (terutama petugas sekuriti).
Selain itu, informasi berupa leaflet/buku kecil tentang masjid tersebut, diorama yang menceritakan sejarah dan perkembangan masjid minimal dalam dua bahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Siapkan pula video profile mengenai masjid tersebut untuk turis yang ingin mengetahui lebih lengkap mengenai masjid tersebut.
Juga perlu disiapkan leaflet-leaflet tentang Islam dan budaya Muslim Nusantara. Siapkan pula papan nama masjid maupun papan informasi di halaman masjid untuk keperluan berfoto.
Hal yang juga perlu sekali mendapatkan perhatian adalah toilet yang bersih dan ketersediaan air untuk wudhu. Masjid juga perlu dilengkapi dengan perlengkapan shalat (kain dan mukena) yang bersih dan harum.
Juga perlu ada tempat penitipan sepatu yang selalu siap dengan petugas yang melayani. "Mengingat yang dibidik tidak hanya turis Nusantara, melainkan juga Muslim traveller dari manca negara, maka perlu imam atau petugas yang minimal mahir komunikasi bahasa Inggris," kata Endy M Atiswara.