Senin 12 Nov 2018 05:41 WIB

Wisata Halal Dorong Peningkatan Ekonomi Islam

Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat wisata halal dunia.

Desa Wisata Halal Setanggor, Lombok Tengah. Pengunjung bisa merasakan sensasi mengaji di tengah sawah.
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Desa Wisata Halal Setanggor, Lombok Tengah. Pengunjung bisa merasakan sensasi mengaji di tengah sawah.

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Industri halal berkembang pesat di dunia. Bisnis yang berbasis pada sistem ekonomi Islam ini bukan hanya dikembangkan oleh negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, namun juga negara-negara yang sebagian penduduknya non-Muslim.

Pegiat Wisata Muslim, H Priyadi Abadi MPar mengatakan, Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim semestinya  lebih maju dibanding dengan negara lain, jangan sampai malah justru tertinggal. Bahkan, Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat wisata halal dunia.

“Kita lihat negara-negara Eropa, Jepang, Korea dan Thailand sudah mulai mengembangkan wisata halal, bahkan sudah menyiapkan pendukungnya seperti masjid, mushala, makanan halal dan lainnya,” kata Priyadi dalam seminar bertema ‘Peran Ekonomi Syariah Dalam Meningkatkan Perekonomian Negara’ di IAIN Syekh Nurjati Cirebon, pekan lalu.

Menurut Priyadi, Indonesia bisa lebih dari itu. “Dengan banyaknya masjid, tempat pariwisata, menu makanan nusantara yang enak-enak, tentu akan sangat mudah mengembangkan wisata halal di Indonesia,” kata  chairman Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF) itu dalam rilis yang diterima Republika.co.id, pekan lalu.

Priyadi menambahkan, selama ini industri halal hanya diartikan sebagai industri makanan dan minuman. Padahal, halal juga ada di sistem keuangan dan gaya hidup. ”Yang sekarang sedang tumbuh pesat adalah gaya hidup halal. Pariwisata ada di dalamnya,” ujarnya.

 

Ia menambahkan, saat ini ada 10  sektor halal lifestyle yang memberikan kontribusi besar dalam perekonomian dunia. Yaitu,  makanan, keuangan, travel, kosmetik, pendidikan, fashion, media rekreasi, farmasi, kesehatan serta seni dan budaya.

photo
Pegiat Wisata Muslim, H Priyadi Abadi MPar (kiri) mengisi seminar ekonomi syariah di IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

Pendukung lain pengembangan halal lifestyle, menurut Priyadi,  adalah adanya perbankan syariah, asuransi syariah, dan lembaga keuangan syariah lainnya yang sekarang sudah berkembang  di negeri ini. “Dengan banyaknya  di bidang halal tersebut, tentu Indonesia  memiliki potensi bisnis yang besar dalam industri halal,” ujar direktur utama Adinda Azzahra Tour & Travel.

Berdasarkan studi Mastercard-Crescent Rating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2016, total jumlah wisatawan Muslim dunia mencapai 117 juta pada 2015. Jumlah itu diperkirakan terus bertambah hingga mencapai 168 juta wisatawan pada 2020 dengan pengeluaran di atas 200 miliar dolar AS.

Penulis buku Muslim Traveller Solutions ini berharap, selain dukungan dari pemerintah, para stakeholder lainnya, termasuk pengusaha dan masyarakat juga bisa mengambil peranan masing-masing untuk mengembangkan potensi yang besar ini.

Priyadi mengakui, selama ini pelaku usaha di bidang wisata Muslim lebih banyak bergerak pada layanan umrah dan haji. Padahal, potensi untuk membawa wisatawan Muslim global ke Indonesia juga besar. Namun, tambah Priyadi, ada sejumlah negara lain yang justru lebih siap menerima wisatawan Muslim. Negara-negara itu antara lain Taiwan, Italia, dan Jepang.

Sementara negara myoritas Muslim dengan destinasi wisata halal yang populer di dunia menurut studi GMTI pada tahun 2018 adalah Malaysia, Indonesia, Uni Emirat Arab, Turki, Arab Saudi, Qatar, Bahrain, Oman, Maroko, dan Kuwait. “Indonesia saat ini naik menjadi peringkat kedua setelah Malaysia,” katanya.

Priyadi menambahkan, sektor pariwisata menjadi penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia di tahun 2018, yakni sebesar 20 miliar dolar AS  atau naik sekitar 20 persen dari tahun 2017 yang sekitar  16,8 miliar dolar AS. “Dengan adanya pariwisata syariah yang akan menambah segmen pasar pariwisata Indonesia diharapkan nantinya pariwisata akan berkontribusi sebesar 15 persen terhadap PDB,” ujarnya.

Pariwisata syariah membutuhkan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan akan nilai-nilai syariah. “Hal ini akan menambah motivisi belajar pekerja agar terserap dalam industri ini,” tuturnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement