REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Pedagang bendera Merah-Putih ukuran besar dan kecil di Kota Metro, Bandar Lampung mengeluhkan sepinya pembeli belakangan ini. Dalam sehari menjajakan bendera berbagai ukuran baik untuk rumah, kantor, maupun mobil dan motor, hanya laku satu hingga dua buah saja.
Menurut Edi, pedagang bendera yang mangkal di Jalan Sudirman Kota Metro, sejak pagi hingga siang hari ia hanya berhasil menjual satu bendera, itu pun untuk pajangan di mobil atau kaca spion motor.
"Padahal harganya murah Rp 5.000 per buah, tapi masih sepi saja yang beli," kata Edi, pemuda berusia 27 tahun.
Pada tahun ini, ia berdagang bersama rekannya, berkeliling dan tidak mangkal di satu tempat atau titik. Ini untuk menyiasati pembeli yang tidak melintas di wilayah tersebut. Namun, pembeli bendera masih tetap sepi.
"Ini karena habis lebaran atau pemilu saja, biasanya ramai yang beli," kata Yanto, teman Edi yang berdagang menjajakan bendera kecil di Lampu Merah.
Hal sama dialami Amin, pedagang bendera yang mangkal di Wayhalim, Bandar Lampung. Sejak awal Agustus hingga pertengahan, jumlah yang beli bendera untuk rumahan dan kantoran masih bisa dihitung dengan jari. "Kalau begini, jangankan mengharap untung, untuk modal saja belum tentu balik," tuturnya.
Kondisi serupa dialami pedagang bambu untuk tidang bendera rumah, toko, dan kantor. Gani, pedagang bambu keliling mengatakan, sepinya pembeli bambu karena sepinya acara 17 Agustusan setelah lebaran Idul Fitri kemarin.
"Yang beli bambu bukan untuk tiang bendera tapi malah untuk jemuran," ujarnya.
Ia menjual bambu untuk bendera diameter ukuran Rp 5.000 hingga Rp 7.000 per buah, sedangkan ukuran biasa Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu per buah. Bambu-bambu tersebut ia peroleh dari pengumpul di Kelurahan Sumber Agung, Kemiling. Ia hanya meraup untuk sekitar 10 sampai 15 persen saja, itu pun harus keliling berjalan kaki dari pagi hingga petang.