REPUBLIKA.CO.ID, WASSENAR -- Temperatur udara di seluruh wilayah Belanda menunjuk pada angka 16 derajat Celsius pada Minggu pagi, 17 Agustus 2014.
Bagi sebagian besar orang Indonesia yang nyaman dengan iklim tropis, suhu sekian itu tentu membuat mereka semakin merapatkan mantel, apalagi angin yang bertiup di negeri kincir angin itu, terutama di penghujung musim panas, cukup kencang dan menusuk persendian.
Karenanya, peringatan detik-detik HUT Ke-69 Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus di Belanda, yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Wisma Duta, di kota Wassenaar (sekitar 54 kilometer barat daya Amsterdam), dimulai lebih awal 45 menit dari yang dijadwalkan pukul 10.00 waktu setempat.
Namun demikian, suasana khidmat sekejap menyelimuti para peserta upacara pengibaran Merah Putih ketika komandan upacara Atase Udara KBRI Den Haag, Kolonel (Pnb) Donald Kasenda memasuki lapangan rumput Wisma Duta. Tak lama kemudian, dua belas anggota Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) dari Sekolah Indonesia Nederland (SIN) berbaris tegap untuk melaksanakan tugas pengibaran Sang Dwi Warna.
Pasukan Pengibar Bendera dari KBRI Den Haag terdiri atas lima siswa sekolah menengah pertama kelas IX dan delapan siswa sekolah menengah atas kelas XI dan XII. Mereka adalah Aurelie Britney (14), Kirana Pitaloka (14), Kitana Pires (15), Nadia Delfi Zafira (13) serta Nastiti Ayu Sayekti (14).
Sementara itu, siswa sekolah menengah atas yang terlibat dalam Paskibra tersebut adalah Abi As?ari (16), Ahmad Ghifari (15), Annisa Fadhilah Husna (17), Anwar Permana (16), Fadhila Rosmasari (16), Hagar Masae (17), Radika Febriano (16), dan Roichan Fernandes (16).
Bagi David Ginting, seorang warga Indonesia yang sudah tujuh tahun tinggal di Belanda, menghadiri upacara peringatan Hari Kemerdekaan di negeri perantauan merupakan pengalaman istimewa.
"Kita tidak lagi harus mengangkat senjata dan bergerilya di hutan. Hadir di upacara bendera adalah salah satu hal yang bisa saya lakukan untuk menghormati para leluhur yang sudah berkorban banyak agar kita bisa menikmati kemerdekaan," katanya.
Bangga
Suasana peringatan kemerdekaan Indonesia di negeri yang pernah menguasai tanah air terasa begitu kuat bagi David Ginting. "Sekarang kita bahkan bisa mengibarkan merah putih di Belanda. Ini adalah tanda kemerdekaan kita dan kita berdaulat penuh atas bangsa dan tanah air kita," ujarnya.
Perayaan kemerdekaan Indonesia di Belanda dihadiri sekitar 500 peserta yakni mahasiswa dan pelajar Indonesia, masyarakat Indonesia di Belanda, termasuk sejumlah undangan antara lain mantan Menteri Pertahanan Belanda Dr W.F. Van Eekelen, mantan Dubes Belanda untuk Indonesia, Dr Nikolaos van Dam, para veteran Belanda, pimpinan dan anggota INS (Indonesia Netherlands Society) serta INYS (Indonesia Netherlands Youth Society), dan warga Belanda lainnya.
"Saya bangga Kedutaan Besar Indonesia selalu mengundang saya untuk hadir di perayaan kemerdekaan Indonesia," ujar salah satu veteran tentara Belanda E.H. van Riel. Van Riel merupakan tentara pada Angkatan Laut Kerajaan Belanda yang pernah ditugaskan di Fakfak, New Guinea (sekarang Papua Barat) pada 1956-1958.
"Saat itu saya hanya menjalanan tugas sebagai tentara Belanda. Apa yang saya pikirkan tentu berbeda dengan apa yang anda pikirkan. Setelah itu saya banyak berpikir dan belajar, bahwa saat ini yang terpenting adalah bagaiman membina hubungan yang baik antara Indonesia dan Belanda," kata Van Riel yang juga Ketua Yayasan Peringatan Veteran (Foundation Commemoration Veterans).
Lelaki berusia 75 tahun ini mengakui kecintaannya pada Indonesia. "Saya tidak bisa terlepas dari Indonesia karena saya dilahirkan di Tegal, Jawa Tengah, dari seorang ibu berdarah Indonesia," ujar van Riel.