REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Siapa pun yang melakukan intimidasi untuk mendukung calon tertentu dalam Pilkada DKI Jakarta 2012 sesungguhnya telah melakukan kejahatan demokrasi. Dan hal itu harus dihentikan, tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Hal itu diungkapkan calon gubernur yang diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid menanggapi adanya intimidasi terhadap relawan Hidayat Didik, yang tengah memasang banner dan spanduk di wilayah RW 07, Kelurahan Rawa Badak Selatan, Jakarta Utara, Sabtu (2/6) malam lalu.
''Ini tidak bisa dibiarkan. Kejahatan terhadap demokrasi ini harus dihentikan. Siapa pun pelakunya,'' katanya, Senin (4/6) siang di Jakarta.
Terkait keterlibatan oknum TNI dalam aksi intimidasi itu, Hidayat, yang juga anggota Komisi Pertahanan dan Keamanan DPR, sangat menyayangkan hal itu.
Menurut dia, TNI adalah alat negara. Bukan alat kelompok atau orang per orang, yang bisa digunakan untuk kepentingan kelompok, apalagi individu.
Menurut dia, apa yang dilakukan oleh oknum TNI yang ikut-ikutan melakukan intimidasi hanya memperburuk citra TNI. Padahal, lanjut dia, TNI sudah mereformasi diri menjadi institusi bela negara yang profesional.
''Tindakan oknum tersebut sangat jauh dari nilai-nilai profesional. Karena itu oknum seperti itu harus diberi tindakan yang tegas karena jelas mencoreng institusi TNI,'' ujar dia.
Lebih jauh Hidayat menyampaikan, era sudah berubah. Saat ini bukan zamannya lagi memamerkan arogansi, menakuti-nakuti masyarakat dengan aksi premanisme.
''Apalagi sampai memamerkan senjata api. Jelas itu tindakan yang patut disayangkan bisa terjadi di Indonesia, khususnya Jakarta,'' imbuh Hidayat.
Dalam kesempatan itu Hidayat mengajak semua kandidat dalam Pilkada DKI Jakarta untuk menciptakan suasana yang kondusif. Persaingan bukan berarti permusuhan, yang satu sama lainnya harus saling menjatuhkan, menyerang, bahkan melemparkan fitnah-fitnah keji ke masyarakat.
Pilkada Jakarta, kata Hidayat lagi, hendaknya bisa dijadikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat DKI Jakarta khususnya, dan Indonesia umumnya.
Bukan sebaliknya menjadi contoh buruk bagi praktik demokrasi di Indonesia. Karena itu semua pihak yang terlibat dalam Pilkada DKI Jakarta harus secara bersama-sama menjaga suasana agar tetap kondusif.