Ahad 29 Mar 2015 20:25 WIB

Wacana Pengampunan Pajak Dikritik

Masyarakat menyerahkan SPT Tahunan PPh di kantor Pajak Pratama Menteng 2, Jakarta, Rabu (18/3).
Foto: Antara
Masyarakat menyerahkan SPT Tahunan PPh di kantor Pajak Pratama Menteng 2, Jakarta, Rabu (18/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Forum Pajak Berkeadilan (FPB) mengkritik wacana bakal adanya kebijakan pengampunan pajak yang dinilai berpotensi memberi keringanan bagi pelaku kejahatan perpajakan dan keuangan.

Rilis FPB yang diterima di Jakarta, Ahad (29/3), mengingatkan kebijakan itu perlu segera dikaji lebih dalam atau justru jangan dilaksanakan saat ini.

FPB yang terdiri atas Indonesia Corruption Watch (ICW), Publish What You Pay (PWYP), Perkumpulan Prakarsa, dan Indonesia Legal Roundtable (ILR).

Forum tersebut mengingatkan di saat Indonesia ingin memberikan pengampunan pajak, justru Australia sangat agresif mengejar dan menindak pelaku kejahatan perpajakan.

Sejumlah LSM itu menilai langkah pengampunan tersebut diambil karena keputusasaan pemerintah dalam menggenjot penerimaan pajak yang tak kunjung memenuhi target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Padahal, lanjutnya, pada tahun 2008 lalu juga telah ada kebijakan yang bernama 'Sunset Policy' yang membuat perubahan antara lain meningkatnya jumlah wajib pajak sebanyak 5,6 juta wajib pajak (WP) baru, bertambahnya SPT tahunan sebanyak 804.814 dan meningkatnya penerimaan PPN sebesar Rp7,46 triliun.

Namun setelah itu, FPB memandang justru tingkat kepatuhan WP bergerak stagnan dan realisasi penerimaan pajak semakin turun serta 'tax ratio' (rasio pajak) tidak bergerak naik secara signifikan.

Dengan demikian, hal seperti ini dicemaskan dapat terjadi lagi apabila dalam penerapan 'tax amnesty' (pengampunan pajak) tidak disertai dengan adanya perbaikan sistem dan administrasi perpajakan.

Sebagaimana diwartakan, rencana pemberlakuan pengampunan pajak atau 'tax amnesty' harus didukung mekanisme dan regulasi yang memastikan kesetaraan dan keadilan bagi wajib pajak yang patuh dan tidak patuh, kata Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis.

"Tax amnesty tidak terlepas dari isu keadilan bagi wajib pajak karena ada kemungkinan wajib pajak patuh akan merasa tercederai dengan adanya tax amnesty kepada wajib pajak yang tidak patuh," kata Harry dalam siaran pers Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengenai hasil diskusi 'Tax Amnesty: Mengenalkan Tax Amnesty di Indonesia,' di Jakarta, Selasa (10/3).

Harry mengatakan tax amnesty memang cukup potensial menaikkan penerimaan pajak, meningkatkan kepatuhan wajib pajak dengan, dan menarik uang dan atau harta kekayaan yang belum dilaporkan yang berada di luar negeri.

Menurut Harry, mekanisme tax amnesty dapat dilakukan dengan memberikan pengampunan pajak terbatas. Misalnya, pengampunan pada tindak pidana perpajakan, namun masih tetap diwajibkan untuk memenuhi kewajiban pokok pajak, sanksi bunga, sanksi denda dan kenaikan.

"Atau pengampunan pajak terbatas tindak pidana perpajakan dan sanksi denda atau kenaikan, namun tetap diwajibkan untuk memenuhi kewajiban pokok pajak dan sanksi bunga. Atau juga pengampunan pajak terbatas pada tindak pidana perpajakan, sanksi denda atau kenaikan dan bunga, namun tetap diwajibkan untuk memenuhi kewajiban pokok pajaknya," ujar dia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement