REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Rendahnya literasi keuangan nasional yang rendah membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan buku materi literasi keuangan untuk segmen informal yakni profesional dan pensiunan.
Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Anggar B Nuraini mengatakan, para profesional belum tentu memahami keuangan untuk mendapatkan kesejahteraan yang baik. Begitu juga dengan pensiunan yang kerap tertipu dalam melakukan produk layanan jasa keuangan.
"Untuk membantu masyarakat dalam memahami, memilih dan menggunakan produk layanan jasa keuangan sesuai kebutuhan dan kemampuan masing-masing," katanya, Kamis (6/7).
Apalagi saat ini proporsi penduduk di atas 55 tahun di tanah air terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Tercatat, penduduk di atas 55 tahun mencapai 11,2 persen pada 2010 sedangkan pada 2015 menyentuh angka 12,8 persen. Diperkirakan pada 2035 mendatang penduduk berusia di atas 55 tahun mencapai 21,7 persen.
Para pensiunan tersebut dinilai memerlukan pemahaman untuk mampu bertindak secara cerdas finansial untuk membantu kehidupannya. Melalui buku-buku OJK yang masing-masing terdiri dari lima buku tersebut akan membuka pemahaman masyarakat terhadap keuangan.
Materi literasi keuangan untuk segmen informal ini memiliki konten yang lebih bersifat umum dan praktis. Buku-buku tersebut terdiri dari pengetahuan praktis tentang perbankan, pasar modal, perasuransian, pembiayaan dan dana pensiun.
Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S Soetiono menjelaskan, buku literasi keuangan tersebut disusun berdasarkan standar core-competency dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) untuk kelompok profesional dan pensiunan. Buku ini menggunakan bahasa yang ringan dengan contoh-contoh yang lekat dengan kehidupan sehari-hari.
Tentunya dengan tetap mengedepankan aspek manfaat dan risiko, hak dan kewajiban, biaya-biaya, mekanisme perolehan produk, serta cara mendapatkan produk dan layanan jasa keuangan. "Kami akan terus berupaya menyediakan materi literasi keuangan yang sesuai dengan kebutuhan berbagai lapisan masyarakat," kata dia.
Meski baru menyentuh profesional dan pensiunann, nantinya diharapkan akan dibuat pula buku materi literasi keuangan untuk kelompok wanita dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Terkait literasi yang rendah baik di sektor formal maupun informal. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) menunjukkan adanya peningkatan.
SNLIK kedua yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2016 menunjukkan indeks literasi keuangan sebesar 29,66 persen dan indeks inklusi keuangan sebesar 67,8296. Angka tersebut meningkat dibanding hasil SNLIK pada 2013, yaitu indeks literasi keuangan 21,84 persen dan indeks inklusi keuangan 59,74 persen.
Dengan demikian telah terjadi peningkatan pemahaman keuangan (well literate) dari 21,84 persen menjadi 29,66 persen, serta peningkatan akses terhadap produk dan layanan jasa keuangan (inklusi keuangan) dari 59,74 persen menjadi 67,82 persen.