Selasa 28 Jul 2015 14:25 WIB

Thailand Masuk Daftar Hitam Perdagangan Manusia AS

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Ani Nursalikah
perdagangan manusia (illustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
perdagangan manusia (illustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pemerintah Thailand marah karena masuk dalam daftar hitam Amerika Serikat selama dua tahun berturut-turut. Thailand dinilai gagal melakukan cukup hal memerangi perbudakan modern.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan pada senin (27/7), pelanggaran tenaga kerja di sektor makanan laut negara Asia Tenggara sebagian besar diabaikan pemerintah. Pelanggaran mereka telah banyak diberitakan dalam serangkaian cerita tahun ini oleh Associated Press.

AP melacak rantai pasokan pengecer besar AS untuk prosesor Thailand yang menjual budak dan tertangkap bekerja di usaha makanan laut.

Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, Selasa (28/7), mengatakan Thailand sedang bekerja memecahkan masalah. Ia menyebut penilaian AS tersebut dibuat ketika pemerintahannya mulai mengatasi masalah.

"Kami hanya harus terus bekerja dan tidak perlu khawatir. Ini adalah masalah aturan internasional, jadi kita harus mengikuti," katanya kepada wartawan.

Untuk itu ia meminta kepada masyarakat untuk tidak terlalu khawatir.

"Apa yang mereka katakan dalam penilaian, kita tetap bagian dari itu, tetapi beberapa masalah ada yang lebih cepat diselesaikan dan beberapa yang lambat," tambahnya.

Pria Thailand, Myanmar, Kamboja dan Indonesia masih mengalami kerja paksa di kapal nelayan Thailand. Berdasarkan laporan Departemen Luar Negeri, beberapa dari mereka tetap di laut selama beberapa tahun.

"(Mereka) dibayar sangat sedikit atau tidak teratur, bekerja 18 sampai 20 jam per hari selama tujuh hari sepekan atau diancam dan fisiknya dipukuli," kata laporan itu.

Thailand, bersama dengan Iran, Suriah dan Zimbabwe termasuk di antara 23 negara yang menerima peringkat terendah dalam penilaian tahunan AS. Penilaian tentang bagaimana 188 pemerintah di seluruh dunia berjuang menghentikan perdagangan manusia dan bentuk lain dari eksploitasi tenaga kerja.

Laporan ini menjadi senjata utama Departemen Luar Negeri untuk memerangi perdagangan manusia. Laporan datang berbentuk peringkat tahunan dalam tingkatan. Tier 1 adalah yang terbaik, Tier 2 berarti masih lebih bisa dilakukan, dan Tier 3 adalah daftar hitam yang dapat memicu sanksi.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement