Ahad 20 Oct 2019 14:18 WIB

Mengelola Ketegangan Pascapelantikan

Mengelola ketegangan pascapelantikan adalah pekerjaan pertama Presiden dan Wapres.

Red: Joko Sadewo
Suasana Gedung Nusantara sebelum acara upacara pelantikan presiden dan wakil presiden periode 2019-2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Ahad (20/10/2019).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Suasana Gedung Nusantara sebelum acara upacara pelantikan presiden dan wakil presiden periode 2019-2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Ahad (20/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh  Tamsil Linrung, Senator DPD RI periode 2019-2024

Tegang, serius, mendebarkan dan mencekam. Itulah gambaran kebatinan Jakarta beberapa hari jelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-Ma’ruf (20/10). Setidaknya, amat terasa bila  kita beraktivitas di kawasan Senayan dan sekitarnya.

Kendaraan taktis, pasukan pengamanan berseragam dan bersenjata lengkap, pasukan dalam penyamaran, hingga anjing pelacak dikerahkan. Situasi terasa mencekam. Entah didesain memang seperti itu, atau hanya kesan yang ditimbulkan. Namun, kita merasakan ada jarak yang memisahkan. Antara Presiden dan Wapres pilihan rakyat itu, dengan masyarakat yang tak boleh lagi dipandang “dia pemilih saya dan itu bukan/kelompok dari seberang”.

Pemilu telah selesai, pelantikan digelar. Mereka yang terpilih akhirnya harus melayani semua. Tanpa melihat latar belakang dukungan ketika Pilpres yang memang menciptakan ketegangan dimana-mana. Mempertahankan iklim ketegangan itu, sengaja atau tidak, justru terus berimplikasi pada keretakan di tengah-tengah masyarakat.