Selasa 20 Feb 2018 16:41 WIB

Polda Jatim: Tidak Ada Penganiayaan Kiai

Polda Jatim meminta pelurusan terminologi penyerangan dan penganiayaan.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Andri Saubani
Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Frans Barung Mangera.
Foto: Antara
Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Frans Barung Mangera.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kabid Humas Polda Jawa Timur Komisaris Besar Polisi Frans Barung Mangera menyatakan, tidak ada kasus penganiayaan terhadap kiai dan tidak ada kasus penyerangan masjid di Jawa Timur. Frans pun menjelaskan terminologi penyerangan, yakni satu atau dua orang mendatangi suatu tempat, untuk melakukan kekerasan secara tiba-tiba.

"Secara tegas saya menyampaikan tidak ada penyerangan, tidak ada penganiayaan. Mohon terminologi penyerangan, terminologi penganiayaan agar ditanyakan kepada kami," kata Frans di Mapolda Jatim, Surabaya, Selasa (20/2).

Oleh karena itu, Frans meminta untuk menghilangkan terminologi penyerangan dan penganiayaan dari dua kasus yang terjadi di Jatim. Frans pun mengajak masyarakat untuk melihat fakta demi fakta dari apa yang terjadi pada dua peristiwa tersebut.

"Oleh karena itu kita meinta kepada seluruh masyarakat tanya lah kepada kami sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya dalam rangka kita mendapatkan informasi sebenar-benarnya," ujar Frans.

Seperti diberitakan sebelumnya, di Jatim terjadi dua kasus yang diduga melibatkan orang mengalami gangguan jiwa. Pertama, kasus dugaan penganiayaan terhadap KH Hakam Mubarok, yang merupakan Pimpinan Pondok Pesantren Muhammadiyah Karangasem Paciran, Lamongan, Jawa Timur.

Kasus tersebut bermula dari keberadaan pelaku di masjid Pondok Pesantren Muhammadiyah Karangasem Paciran, Lamongan, Jawa Timur. Melihat si pelaku yang merupakan orang gila, dan berpakaian kotor, sang kiai yang hendak melaksanakan sholat berjamaah, berusaha meminggirkan si pelaku dari tempat peribadatan.

Karena si pelaku yang tak kunjung mau menggubris, kiai Hakam Mubarok pun mencoba menarik sarung si pelaku. Tidak terima dengan perlakuan sang kiai, si pelaku pun marah. Si pelaku juga mencoba mengejar sang kiai. Merasa ketakutan dikejar pelaku, kiai pun kesandung dan jatuh.

Orang gila tersebut dalam penyerangannya tidak membawa alat atau senjata tajam, hanya tangan kosong. Bahkan, berdasarkan keterangan kiai lewat video di media sosialnya, dirinya terjatuh sendiri karena tersandung.

Begitu pun kasus perusakan Masjid Baiturrahim di Jalan Sumurgempol Nomor 77, Kelurahan Karangsari, Kecamatan Tuban, beberapa waktu lalu. Kasus tersebut juga dilakukan oleh orang diduga mengalami gangguan jiwa.

Setelah dilihat kronologi kejadian, kasus tersebut bermula ketika pelaku hendak berobat ke salah satu kiai di sekiyar masjid. Namun sesampainya di sana, pelaku harus menunggu antrean untuk mendapat pengobatan, sehingga pelaku marah-marah yang kemudian memecahkan kaca.

Maka dari itu, Frans pun meminta untuk tidak membesar-besarkan dua kasus tersebut, seolah-olah dilakukan by design. Frans juga meminta masyarakat untuk tidak underestimate kepada aparat kepolisian, karena pasti menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement