REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Juru bicara Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar, Siti Sapurah meminta publik melihat secara logis, terkait dugaan adanya kasus perdagangan manusia (human trafficking) ketika Margriet Christina Megawe mengadopsi Engeline dari orang tua kandungnya, Siti Hamidah dan Achmad Rosyidi.
"Kami sudah menganalisa akan ada yang mengaitkannya ke sana. Ini tak bisa dikaitkan dengan human trafficking. Orang tua kandung Engeline ini tak paham hukum, jangan mereka yang dijadikan korban," katanya kepada Republika, Jumat (19/6).
Wanita yang akrab disapa Ipung itu melanjutkan, orang tua kandung Engeline tidak ada pilihan sewaktu melahirkan bocah malang tersebut.
Engeline yang masih berusia tiga hari diserahkan ke Margriet untuk diangkat anak dengan harapan agar masa depannya lebih baik.
Margriet hanya membatu melunasi biaya persalinan sebesar Rp 800 ribu dan pemulihan pascamelahirkan sebesar satu juta rupiah.
Penyerahan Engeline sebagai anak angkat Margriet, kata Ipung tak lebih karena faktor kemiskinan yang menjadi persoalan utama di negara ini.
Setelah Engeline tinggal bersama Margriet, kedua orang tua Engeline juga ada niat menjumpai putrinya, namun tak mendapatkan izin dari pihak Margriet dengan alasan anak masih kecil, serta adanya pernyataan dalam akta pengangkatan anak bahwa Engeline baru dikembalikan pengasuhannya kepada orang tua kandungnya setelah dewasa atau berusia 18 tahun.
Margriet saat ini masih menjadi tersangka penelantaran anak semasa Engeline masih hidup. Sejauh ini, P2TP2A menyatakan cukup dalam menghadirkan tiga orang saksi yang didatangkan langsung dari Balikpapan.
Ketiganya pernah tinggal dan bekerja di rumah Margriet. Keterangan ketiganya yang membenarkan bahwa ada kekerasan pada Engeline yang dilakukan Margriet semakin memberatkan wanita paruh baya itu.
"Penyidik menyatakan ketiga saksi tersebut cukup untuk mengambil kesimpulan dan menemukan bukti baru," tandasnya.