Jumat 20 May 2016 16:53 WIB
Kasus Pelecehan Seksual

Menko Polhukam Pertanyakan Vonis Ringan Sony Sandra

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Bayu Hermawan
Terdakwa kasus kejahatan seksual terhadap anak, Sony Sandra, menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (19/5).
Foto: Antara/Prasetia Fauzani
Terdakwa kasus kejahatan seksual terhadap anak, Sony Sandra, menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (19/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan mempertanyakan vonis yang menjerat seorang pengusaha di Kediri yang melakukan pelecehan seksual kepada anak. Ia mengatakan, pelaku pelecehan dan kekerasan seksual semestinya dihukum secara serius.

"Iya, kita nanti mau tanya kenapa sampai ringan begitu," ujarnya, di kantornya, Jumat (20/5).

Namun, Luhut mengatakan, semua pihak tetap harus menghargai keputusan pengadilan. Sebab, ia menilai keputusan pengadilan didasari oleh pertimbangan hakim dan hasil analisis. Namun, ia akan mempertanyakan terkait vonis tersebut. Ia akan melihat pertimbangan putusan.

"Tapi kita harus menghormati pengadilan kan. Nah, ini pengadilan ini perlu dipertanyakan," katanya.

Luhut mengatakan, saat ini kekerasan seksual memang menjadi ancaman bagi negara-negara berkembang. Ia berharap persoalan kekerasan seksual bisa segera dihilangkan.

Seperti diberitakan sebelumnya, majelis hakim menyatakan Sony terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat dan serangkaian kebohongan untuk membujuk anak melakukan persetubuhan.

Vonis didasarkan atas Pasal 81 ayat 2 UU RI 23/2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. Purnomo yakin tidak ada yang salah pada pasal yang dikenakan kepada Sony.

Menurut dia, UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 dan Nomor 35 Tahun 2014 memiliki substansi yang sama. Perbedaan hanya menyangkut pada minimal kurungan, sedangkan maksimal kurungannya sama. "Nomor 35, minimal lima tahun, sedangkan yang lama tiga tahun," katanya.

Purnomo mengatakan, awalnya ada empat laporan kasus yang masuk. Namun, satu korban berinisial I menarik laporannya. Atas pertimbangan orang tuanya, I disekolahkan di Ambawang, Kalimantan Barat.

Atas vonis yang dijatuhkan kepada Sony, pengacara Sudirman Sidabuke menyatakan kecewa dan menganggap kasus ini penuh rekayasa. Sudirman juga menyebut adanya pemerasan yang dialami Sony. Sebelum kasus ini mencuat, kliennya mengaku memperoleh ancaman pemerasan dari sebuah ormas sebesar Rp 10 miliar.

Sementara, Jaksa Penuntut Umum Banny Nugroho menyatakan pikir-pikir dan akan menentukan sikap dalam tujuh hari ke depan. "Vonis ini jauh dari tuntutan jaksa, tapi kita harus mengedepankan rasa keadilan, baik bagi korban maupun terdakwa," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement