REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saksi kunci kasus korupsi KTP elektronik (KTP-el) Johannes Marliem, dikabarkan meninggal bunuh diri di kediamannya di Amerika Serikat. Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mulai mengurangi retorika non-hukum di ruang publik demi perlindungan saksi.
Fahri juga meminta agar juru bicara KPK yang saat ini dijabat Febri Diansyah diganti dengan penyidik seperti halnya Mabes Polri. "Inilah yang saya bilang KPK itu mesti mulai mengurangi retorika non hukum di ruang publik, dan saya mengusulkan agar juru bicara KPK itu diganti dengan penyidik. Jangan taruh orang yang tidak mengerti proses penyidikan," kata Fahri Hamzah, di Gedung DPR RI, Senayan, Senin (14/8).
Fahri Hamzah beralasan juru bicara KPK perlu diganti dengan penyidik agar ikut bertanggung jawab kepada proses penyidikan. Fahri melihat KPK tidak konsisten dengan pernyataannya.
Sebelumnya, KPK mengatakan tentu KPK punya masalah karena saksi kunci hilang. Sekarang, KPK mengatakan tidak akan terganggu dengan hilangnya saksi kunci. "Lho bagaimana. Katanya saksi kunci, kalau saksi kuncinya ilang kasusnya bisa hilang juga dong," ujar Fahri.
Fahri mengingatkan, KPK adalah lembaga penegak hukum, bukan kantor berita. Yang disampaikan ke muka publik cukup fakta atau masalah hukum saja, KPK tidak perlu bermanuver atau bermain politik. Mantan politisi PKS ini menyayangkan sikap KPK yang dalam beberapa kesempatan melontarkan pernyataan-pernyataan politis.
Fahri menyatakan, KPK harus patuh pada hukum. Jika praktik ini terus dilakukan, Fahri khawatir korbannya akan semakin banyak. Tidak ada perlindungan terhadap saksi. Nama orang diumbar, disebut terima uang, terima aliran dana, dan sebagainya. Menurut Fahri, hal ini sudah terjadi pada banyak kasus, dan kerapkali tidak disertai bukti.
"KPK harus sadar bahwa ini cara menegakkan hukum yang enggak bener. Menegakkan hukum itu investigasinya diam-diam saja tapi ketangkep. KPK harus pakai ilmu kucing, diam saja tapi ikannya ketangkep," ujar Fahri Hamzah.
Fahri mengatakan cara kerja KPK saat ini seperti kuda. Lari kencang, tapi ujungnya tidak ada yang tertangkap karena derap suara kakinya terlalu keras. Menurut Fahri, hal ini harus diperbaiki di dalam KPK. Wakil Ketua DPR RI ini berharap Pansus Hak Angket KPK dapat membuka banyak hal. "Johannes Marliem, Miko, Yulianis, dan lain-lain ini adalah puncak gunung es dari malpraktek KPK yang harus diperbaiki ke depan. Ini harapan saya supaya KPK mulai memperbaiki diri, korbannya sudah banyak," kata Fahri Hamzah.