REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Akademisi Universitas Lampung (Unila) Dr Budiono mengingatkan, keabsahan atau legitimasi Komisi Pemilihan Umum Provinsi Lampung yang disoal berbagai pihak, dapat menjadi pintu masuk adanya konflik dalam penyelenggaraan pemilu legislatif maupun pemilu presiden 2014.
"KPU semestinya tidak membuka celah tersebut, sehingga secara hukum dapat menjadi salah satu faktor adanya gugatan yang memicu timbul konflik," kata dosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Lampung (FH Unila) itu, di Bandarlampung, Minggu.
Dia mengharapkan, KPU Pusat dapat mengambil alih penyelenggaraan pemilu di Lampung, mengingat masih belum jelas legalitas KPU Lampung selaku penyelenggara pemilu, serta kegagalan tiga kali dalam melaksanakan pemilihan gubernur yang sudah dijadwalkan pemungutan suaranya seharusnya sudah menjadi dasar yang kuat untuk pengambil alihan tersebut.
"Apalagi legalitas penyelenggara ini dapat memicu gugatan-gugatan hukum yang berakibat pada kekacauan atau bahkan adanya pemilu ulang akibat tidak legal keberadaan KPU di provinsi ini," kata dia pula.
Berkaitan pelaksanaan pemungutan suara pilgub Lampung, Budiono menyatakan bahwa pelaksanaannya sebaiknya paling lambat pada 2 Mei 2014 mendatang, mengingat bila tidak terlaksana pilgub sampai saat itu berarti kita semua telah melanggar konstitusi.
Kalau melanggar konstitusi, ia melanjutkan, bukan hanya KPU yang gagal tetapi Kemendagri, KPU Pusat sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berarti gagal dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Budiono juga menjelaskan kedatangannya dalam pertemuan masyarakat adat Lampung pada Sabtu (15/2), karena dia merasa sebagai warga Lampung serta tidak menginginkan pertemuan itu dikatakan sebagai upaya penggagalan pelaksanaan pemilu khususnya pemilihan gubernur yang telah gagal terlaksana pemungutan suaranya hingga dua kali sesuai penjadwalan KPU Lampung.
Dia mengingatkan pula, dapat dipastikan jadwal pemungutan suara pilgub Lampung pada 27 Februari 2014 oleh KPU setempat akan mengalami nasib yang sama.