REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Radio Republik Indonesia (RRI) terseret ke dalam polemik Pilpres 9 Juli lalu. Itu setelah lembaga yang memiliki moto 'Sekali di Udara Tetap di Udara' itu dipanggil Komisi I DPR untuk mempertanggung jawabkan hasil hitung cepat (quick count).
Berdasarkan hitung cepat RRI, pasangan Jokowi-JK unggul atas Prabowo-Hatta dengan raihan 52,51 persen berbanding 47,49 persen suara. Tidak terima dengan kinerja RRI, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq sudah mengutarakan untuk menggelar audiensi dengan jajaran direksi radio pelat merah tersebut.
Ternyata, isu yang berkembang tidak hanya sepele, seperti bakal mempersulit pencairan anggaran. Muncul rumor bahwa RRI akan dibubarkan.
Politikus PDIP Budiman Sudjatmiko termasuk yang turut mengomentari isu itu. "Kalau RRI dibubarkan, kita buat RRI Perjuangan! :)," katanya melalui akun Twitter, @budimandjatmiko.
Banyak penghuni lini masa yang tidak setuju terkait rencana pembubaran RRI lantaran menghelat hitung cepat. "Tapi bagaimanapun juga RRI dan TVRI tidak bisa dibubarkan karena itu merupakan amanah konstitusi. Akses informasi rakyat. #saveRRI," ujar pemilik akun @mungkysahid.
Penyair Saut Situmorang malah menyindir politikus yang berupaya membela RRI dari ancaman pembubaran. Menurut dia, upaya itu hanya bentuk kepura-puraan belaka demi meraih simpati publik.
"Gak usah Mendadak Nasionalis lah dengan bela-bela RRI. Purak-purak lupa ya siapa yang menjual aset rakyat bernama Indosat?!" katanya lewat akun @AngrySipelebegu.