Massa pendukung pasangan Capres nomor urut satu Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa melakukan aksi treatrilkal saat sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres Tahun 2014 di halaman Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (14/8)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saksi ahli Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Margarito Kamis berpendapat pelanggaran pilpres yang terjadi bersifat konstitusional.
Menurut Margarito, pelanggaran terhadap asas pemilu sama saja pelanggaran terhadap konstitusi. Karena asas tersebut merupakan amanat konstitusi, yakni UUD 1945.
Margarito menjelaskan, UUD 1945 pasal 22E ayat (1) mengamanatkan penyeleanggaraan pemilu harus bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Menurut dia, pelanggaran terhadap konstitusi berarti menghilangkan konstitusionalitas pemilu itu sendiri.
"Itu artinya, pelanggaran yang bisa mengubah keputusan pemilu ini tidak hanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM)," ujar Margarito kepada majelis hakim.
Menurut Margarito, berbagai pelanggaran terjadi secara prosedural. Seperti mekanisme pemilihan dengan jalur Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) bisa dijadikan acuan terjadinya pelanggaran asas pemilu.
"Saya mengerti, bahwa negara ingin memberikan jaminan hak suara setiap warga, tapi kalau itu pikirannya, tidak perlu ada aturan ketat DPT (Daftar Pemilih Tetap). Cukup saja dia warga negara, berusia 17 atau sudah menikah. DPKTb ini harus didiskualifikasi," ujar dia.