REPUBLIKA.CO.ID, YANGON – Seperti Jakarta, Kota Yangon, Myanmar, tak lepas dari kemacetan. Banyaknya mobil pribadi dan taksi membuat beberapa ruas jalan dipadati kendaraan.
Namun, ada satu perbedaan mencolok yang terlihat jika Anda berkunjung ke sini. Di kota yang dulunya merupakan Ibu Kota Myanmar ini, para penduduk dilarang melintas di jalan raya menggunakan motor. Penduduk Myanmar yang tidak memiliki mobil pribadi harus berpergian menggunakan transportasi umum seperti taksi dan bus.
Aung Myo Oo (41), salah seorang supir taksi di Yangon mengatakan, ada pengecualian terkait kebijakan pelarangan menggunakan motor di jalan raya. Polisi dan para pekerja di bidang fasilitas umum, boleh menggunakan motor.
“Jadi kalau yang lainnya, hanya boleh berkendara menggunakan motor di jalan- jalan perumahan,” kata Aung yang cukup pandai berbahasa Melayu karena pernah bekerja di Malaysia selama delapan tahun.
Aung tidak ingat kapan peraturan ini dikeluarkan pemerintah Kota Yangon. Yang pasti, ujar dia, kebijakan tersebut dibuat salah satunya untuk mengurangi tingkat kecelakaan. “Mereka (para pengendara sepeda motor) tidak dipercaya,” kata dia menambahkan.
Peraturan ini hanya diberlakukan di Kota Yangon. Di kota lainnya seperti Nay Pyi Taw, motor bebas berkeliaran di mana saja. Sehingga di Yangon, taksi akhirnya menjadi salah satu transportasi utama.
Uniknya, taksi di sini tidak memakai argo. Jadi harus nego terlebih dahulu seperti naik ojek. Karena itu, kita pun terkadang harus membayar dengan tarif berbeda untuk tujuan yang sama. Tergantung bagaimana kita pintar-pintar melakukan menego sang supir.
Namun, kalau kita menego terlalu 'kejam', si sopir sering kesal dan langsung ngeloyor menancap gas mobilnya. Untuk jarak dekat, biasanya tarif taksi dipatok seharga 3000-4000 kyat (sekitar Rp 30 hingga 40 ribu).
Redaktur | : | Israr Itah |
Reporter | : | Satria Kartika Yudha |