REPUBLIKA.CO.ID, Songket bagi masyarakat Palembang asli memang tak sekadar kain yang anggun dan mahal. Benda ini membawa simbol-simbol, dan kebanggaan bagi pemiliknya. Kedudukan utama songket dalam suatu prosesi pernikahan masih dianut hingga hari ini. Oleh karena itu, untuk menjaga nama baik keluarga, tak jarang lembaran songket yang dibawa rombongan mempelai lelaki sebenarnya milik keluarga mempelai perempuan.
Dominasi songket dalam acara pernikahan masyarakat Palembang (asli) tak hanya terbatas pada busana pengantin dan bawaan mempelai lelaki. Busana songket juga dikenakan para tetamu. Dianggap kurang afdal menghadiri upacara resmi (kondangan), seperti resepsi pernikahan, tanpa memakai busana songket. Minimal busana dari kain ''keluarga songket'' yang lebih murah.
Jenis kain songket dibagi berdasar motif. Ragam yang paling digemari, yakni: Songket Benang Emas Jantung, Lepus warna-warni, Lepus Biasa, Jando Berhias, Jando Pengantin, Bungo Inten, Tretes Midar. Dikenal pula songket benang emas Pulir Biru, Kembang Siku Hijau, Kembang Nago Besarung, Bungo Cino, Bungo Pacik, Bintang Anggur, Bunga Biji Pari, Bunga Tiga Negeri. Warna dasar utamanya hijau, merah dan kuning.
Songket terbaik adalah Songket Benang Emas Jantung. Menurut pakar songket Hj. Cek Ipah, warga Palembang yang memiliki songket ini terhitung dengan jari. Selain sebab harganya yang selangit, jenis ini tidak diproduksi lagi. ''Yang ada hanya reproduksi,'' ujar Cek Ipah.
Tapi walau bernilai belasan juta rupiah, masih kata peraih Upakarti 1991 itu, Songket Benang Emas Jantung dikejar peminat. Dan jangan mengira penjualannya dilakukan terang-terangan. Songket yang dapat dijadikan ladang investasi ini dijual diam-diam karena peminatnya pasti berebut. ''Satu orang yang menjualnya, puluhan orang akan membelinya,'' ungkap Cek Ipah. ''Oleh karena itu kita diam-diam membeli atau menjualnya.'' Inilah bagian pesona songket Palembang asli.