REPUBLIKA.CO.ID, Tak cuma laman yang sudah mapan dalam dunia fashion, blogger fashion kini punya peranan besar dalam lahirnya sebuah tren. Sehingga, menimbulkan perspektif baru bahwa mereka adalah ikon. Sebut saja, misalnya, fashion blogger terkenal The Sartorialist dan Facehunter yang memiliki banyak “pengikut” di seluruh dunia.
Penikmat blog tersebut cenderung meniru gaya berbusana mereka. Tak hanya itu, lebih jauh mereka akan memakai baju dengan merek atau desain yang serupa yang tampil di sana. Hal ini menjadi peluang juga untuk promosi merek, terlebih untuk merek lokal.
Para blogger fashion asing juga secara tidak sadar meningkatkan minat para penggila fashion di luar negaranya untuk membeli busana yang sama. Padahal, tidak semua negara menjual merek tersebut. Keterbatasan ini kemudian mendorong mereka untuk belanja online dari negara lain. Hal ini pada gilirannya bisa mengaburkan batas antara apa yang dianggap lokal dan tidak .
Fashion, tanpa kita sadari, merupakan bagian integral dari kehidupan kita sehari-hari. Pakaian yang kita pilih setiap harinya memiliki korelasi dengan sesuatu yang mendefinisikan diri kita. Sally Singer dari majalah fashion dunia Vogue menyesalkan fakta bahwa banyak penggemar fashion saat ini mengikuti mode untuk citra pribadi ketimbang ekspresi diri.
Tidak peduli yang dikenakan itu membuatnya tak nyaman atau bahkan di luar kemampuan keuangannya. Mereka akan memakai sesuatu yang bagus untuk mencitrakan cantik pada dirinya. Meski demikian, para peserta mengaku lebih memilih sesuatu yang nyaman untuk digunakan dengan tidak mengesampingkan aspek keindahan berbusana. “Pada gilirannya, akan lebih baik jika ada harmoni antara fungsi dan estetika pakaian,” ujar salah satu peserta.
Meskipun, kerap kali estetika menjadi lebih penting karena hal ini kembali pada minat seseorang dalam membeli sebuah busana. Whiteboardjournal mencatat bahwa idealisme dan kepraktisan menjadi isu penting ketika berbicara tentang perkembangan fashion. Selain itu, fashion juga tak mungkin terpisah dari budaya si pemakai.
“Fashion harus menyesuaikan dengan budaya di suatu tempat,” tutur desainer Auguste Soeasastro. Seperti di Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim, hal itu menjadi tolok ukur yang patut dipertimbangkan ketika akan menyebarkan sebuah tren. Para penikmat akan mengikutinya jika sesuai dengan idealisme dan kultur yang mereka pegang.