REPUBLIKA.CO.ID, Pemerintah Kota Palembang mengunggulkan tekstil bernilai kultur warisan leluhur untuk ditawarkan kepada masyarakat Indonesia maupun dunia. Karena tenun khas kota yang dibelah Sungai Musi ini memiliki keunikan berbeda dengan produk serupa dari daerah lain.
Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Palembang Syahrul Hefni, Selasa (25/3), mengatakan pihaknya telah mengidentifikasi kawasan yang menjadi sentra produksi kain tekstil khas kota setempat sesuai jenis dan hasil tenun.
Dia mencontohkan, sentra produksi kain jumputan dan tenun tajung dipusatkan di kawasan Tuan Kentang Kecamatan Seberang Ulu I yang berdekatan dengan Sungai Ogan.
Sedangkan, perajin tenun songket sentra produksinya di kawasan Jalan Ki Gede Ing Suro 32 Ilir Kecamatan Ilir Barat II dekat dengan Sungai Musi, katanya.
Namun, dia menambahkan meskipun telah dibentuk kawasan-kawasan sentra produksi dengan beragam jenis kain khas tersebut, bukan berarti wilayah lain tidak ada perajin tekstil warisan Kesultanan Palembang Darussalam itu.
Sebanyak 167 unit usaha kerajinan tenun tersebar di kota Bumi Sriwijaya ini dengan berkelompok maupun perorangan.
Ia mengatakan, kultur atau kebudayaan Palembang tergambar jelas dalam setiap produk tekstil yang dihasilkan perajin, bukti keberhasilan mereka mempertahankan peninggalan leluhur.
Pemkot tentunya juga telah berupaya optimal mendorong perajin mempertahankan tradisi memproduksi tekstil tersebut sebanyak-banyaknya dengan kreatifitas tanpa batas.
Dia menjelaskan, pihaknya juga secara rutin mendampingi dan melatih perajin untuk tidak hanya mampu memproduksi kain tenun bernilai budaya tinggi, tetapi juga bagaimana memasarkan produk sehingga diminati secara nasional maupun mancanegara.
Produk tekstil khas Palembang tersebut kini telah berhasil menjadi primadona bagi pecinta kain tradisional, karena itu tidak heran songket Palembang kini paling banyak dicari.
Syahrul menambahkan, bantuan modal usaha juga terus dikucurkan dari berbagai pihak terutama badan usaha milik negara dan perusahaan swasta yang konsen mendorong pertumbuhan ekonomi usaha mikro dan kecil.
"Rata-rata perajin kain tradisional adalah pelaku usaha mikro dan kecil yang memiliki modal berkisar Rp 5 juta sampai Rp 200 juta, sehingga membutuhkan bantuan penguatan modal usaha," katanya.