REPUBLIKA.CO.ID, Menurut Psikolog Anak dan Remaja dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Ratih Zulhaqqi MPsi, orang tua tak boleh sekadar memberikan larangan.
Anak juga mesti mendapatkan penjelasan yang mengena terkait pelarangan dalam bermain dengan benda-benda tajam. Ungkap potensi bahaya yang mungkin terjadi bila mereka tak menurut. Hindari menggunakan kata “jangan”. Kalimat larangan sebaiknya tidak lebih dari sepuluh kata. “Lebih efektif dan menempel di ingatan,” kata Ratih.
Sebelum anak memiliki kontrol diri yang baik, ayah dan bunda harus terus mendampingi ananda menggunakan benda-benda tajam. Mendampingi berbeda dengan mengekang. Pengekangan hanya akan membuat anak tumbuh menjadi penakut. Bagaimanapun, benda-benda tersebut kelak dibutuhkan mereka. “Jangan sampai tumbuh rasa takut berlebihan, apalagi sampai fobia,” ujar Ratih mengingatkan.
Agar aman, orang tua harus meletakkan gunting, pisau, ataupun korek api di tempat yang tak mudah dijangkau anak. Anak juga mesti mendapat pengawasan agar menjauhi kompor dan peralatan listrik. “Kasus paling sering ialah kecelakaan akibat sentuhan panas dari setrika,” ungkap Ratih.
Bentuk setrika yang unik kerap mengundang keingintahuan anak. Jika rasa penasarannya membuncah, berikan kesempatan untuk mencoba menyetrika kain yang tidak terpakai. “Lepaskan dulu setrika dari sambungan listrik pada perkenalan pertama,” saran Ratih.
Selanjutnya, beri penjelasan bahwa setrika dapat mengubah energi listrik menjadi panas. Anak yang penasaran tapi tak mendapatkan informasi yang memenuhi keingintahuannya tidak mustahil akan bereksperimen sendiri saat orang tua lengah. Banyak kasus anak yang mencoba menempelkan setrika panas ke kulitnya. “Sebagai antisipasi, biarkan anak memegang kain yang baru saja disetrika. Dia bisa memperkirakan kadar panas yang bisa diterima kulitnya,” papar Ratih.