Selasa 26 Feb 2013 16:13 WIB

Hamil di Luar Rahim, Bisakah Bertahan?

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Endah Hapsari
Hamil. Ilustrasi
Foto: obgyn911.com
Hamil. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Kehamilan di luar rahim atau bisa disebut pula kehamilan ektopik biasanya tak bisa menjadi tempat yang nyaman untuk janin. Pada kehamilan seperti ini, hampir semua janin tidak akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Ini disebabkan, jaringan tempat janin melekat tidak dilengkapi dengan fasilitas penunjang pertumbuhan dan perkembangan janin, seperti ruang yang cukup besar guna menampung janin yang kian lama kian membesar. Tapi nyatanya, tak semua janin pada kehamilan ektopik berakhir tragis. 

Dokter Deradjat Mucharam S, SpOG, spesialis kebidanan dan penyakit kandungan dari RS Budhi Jaya, Jakarta, mengetahui persis ada bayi yang lahir dari kehamilan ektopik itu. ''Yang pernah saya tahu di RSCM ada orang yang lahir dari kehamilan ektopik dan hidup sampai sekarang. Ini satu-satunya kasus yang saya tahu, tapi sudah lama dan ditemukan sudah dalam kandungan tujuh bulan. Bayi tersebut sekarang menjadi tukang kebun di RSCM,'' kata Deradjat.

Saat ini, kehamilan ektopik bisa diketahui lebih dini dengan bantuan alat seperti USG (ultrasonografi). Dan agar bisa diketahui lebih dini, Deradjat menyarankan agar ibu hamil segera memeriksakan diri jika merasa mulas-mulas yang hebat. Gejala mulas-mulas hebat ini tidak bisa didiamkan karena bisa mengakibatkan perdarahan terus-menerus, bahkan mengakibatkan kematian si ibu. 

''Sekarang pasien terlambat menstruasi seminggu sudah bisa dilihat apakah kondisi janinnya berada di dalam kandungan atau ektopik. Wanita yang semula disangka hamil normal, ternyata dia hamil ektopik dan baru ketahuan misalnya setelah beberapa bulan usia kehamilan, maka harus segera dioperasi.'' Ada pula kehamilan ektopik yang ditangani dengan obat anti-kanker. 

Obat ini, kata Deradjat, mematikan janin yang tumbuh, sehingga tidak bisa berkembang. Namun janinnya tetap diambil apabila ia sudah berusia di atas dua minggu. ''Janin yang masih di bawah dua minggu bisa dilaparaskopi (peneropongan rongga perut).'' Tapi laparaskopi tidak boleh dilakukan pada pasien yang shock dan mengalami perdarahan hebat. Pada pasien yang shock harus dilakukan penanganan segera dan cepat, sedangkan laparaskopi perlu waktu cukup lama sekitar satu jam. Dan satu hal lagi, Deradjat menjelaskan bahwa pasien yang pernah mengalami kehamilan ektopik bisa hamil lagi, asal kedua saluran telurnya tidak diambil. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement