REPUBLIKA.CO.ID, Baby blues? Untuk seorang ibu muda terutama bagi yang tengah menjalani kehamilan, bisa jadi istilah ini belum terlalu diakrabinya. Sesuai dengan namanya, baby blues adalah perasaan tidak nyaman setelah melahirkan. Umumnya perasaan ini kian terasa ketika sang ibu telah kembali dari rumah sakit dan mulai merawat sendiri bayinya. Para ahli sendiri belum mengetahui secara pasti penyebab terjadinya baby blues. Tapi ada pula yang menduga ini dipicu oleh perubahan hormon dalam tubuh ibu setelah melahirkan.
Pasalnya, beberapa hari setelah melahirkan kadar hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh ibu akan menurun dengan tajam. Sebaliknya, hormon prolaktin dan oksitoksin justru amat aktif karena memproduksi air susu. Tak ayal perubahan hormon inilah yang turut mempengaruhi emosi dan suasana hati para ibu. Selain hormon, perubahan fisik pun bertanggung jawab memicu timbulnya baby blues. Payudara membengkak, rasa sakit di daerah lahir, sakit di rahim, dan sukar buang air (sembelit) juga bisa menyebabkan timbulnya perasaan tak nyaman baby blues itu. Tapi kelelahan adalah pemicu utama depresi.
Rasa lelah tidak hanya mengurangi mood si ibu tapi juga makin memperkuat sakit fisik yang dideritanya. Sementara psikis, meski bervariasi untuk setiap orang, sedikit banyak juga berpengaruh. Terutama bagi ibu-ibu yang melahirkan anak pertama. Persoalan seperti merasa tak lagi diperhatikan karena seluruh perhatian tercurah pada hadirnya bayi baru sampai perasaan tak lagi punya waktu untuk diri sendiri kerap muncul. Belum lagi 'kewajiban' untuk selalu memenuhi kebutuhan sang bayi. Misalnya saja seperti menyusui, mengganti popok, menidurkan hingga urusan mandi bisa jadi masalah besar untuk si ibu baru.
Tak pelak masih segudang faktor pemicu lain yang akhirnya memaksa timbulnya baby blues. Tapi persoalan utama adalah bagaimana cara menghadapinya? Pertama, sadarilah bahwa yang Ibu alami saat ini adalah gejala baby blues. Jangan membebani pikiran dengan merasa bersalah karena mengalami perasaan tidak nyaman saat menghadapi bayi. Gejala yang ibu alami normal. Selanjutnya yang perlu dicamkan adalah berusaha keras --secara bertahap tentunya -- meredakan rasa sedih itu.
Menurut para ahli, kunci utama untuk menghilangkan baby blues adalah berdiskusi, memperoleh informasi yang cukup dan mendapat dukungan emosional. Mintalah bantuan pada suami. Tak hanya untuk menstabilkan emosi ibu, tetapi juga untuk merawat si bayi. Sikap suami seperti menemani saat menyusui, menggantikan popok sampai turut menidurkan bayi terbukti ampuh menstabilkan emosi ibu.
Selain juga mempererat hubungan anak dan ayah. Lebih baik lagi jika seluruh kerabat keluarga turut andil dalam memulihkan situasi emosi ibu. Tapi bila ternyata perasaan ini masih ada hingga berminggu-minggu, apalagi jika kian parah, cepatlah minta bantuan pada psikolog. Pada sebagian besar ibu, perasaan ini secara berangsur-angsur akan menghilang. Dan umumnya ketika si bayi menginjak tiga atau empat bulan, rasa tidak nyaman bakal hilang sama sekali. Dan bila baby blues hilang, maka suara tangis bayi tak lagi menjadi sesuatu yang menjengkelkan. Sebaliknya, ia akan terdengar bak simfoni gubahan Beethoven.