Kamis 30 May 2013 14:11 WIB

Anak Susah Makan, Haruskah Dimarahi?

Anak susah makan
Foto: droppounds.net
Anak susah makan

REPUBLIKA.CO.ID, Untuk mengatasi problem anak susah makan, kata psikolog dari Yayasan Kita dan Buah Hati, Rahmi Dahnan, yang pertama kali mesti dilakukan adalah mencari tahu akar permasalahannya. ''Bisa jadi anak susah makan karena jadwal makan yang terlalu dekat,'' katanya.

Mungkin juga anak susah makan karena menu makanan tidak variatif sehingga anak cenderung bosan. Atau, pengaruh pola makan keluarga. Misalnya, sang ibu adalah bukan tipe pemilih dan suka apa adanya. Tak tertutup kemungkinan lantaran kepribadian anak yang suka berubah-ubah keinginan. Dengan mengetahui faktor penyebabnya, lanjut Rahmi, maka orang tua akan bisa menentukan pemecahan terbaik yang bisa diberikan kepada anaknya.

Saat anak berlama-lama dengan makanannya, menurut Rahmi, bisa saja orang tua memberikan sedikit warning dengan tidak memperbolehkan si anak menonton televisi sebelum menghabiskan makanannya.

Apa yang sering dilakukan orang tua? Orang tua kerap marah, mengomel, bahkan ada yang memberi hukuman. Jika begitu, biasanya hukuman apa pun yang diberikan, tidak akan mempan. Pasalnya, si anak akan menganggap dia sudah diperlakukan dengan tidak adil, tak peduli apa pun kondisinya.

Meski bisa saja anak sebenarnya menyadari perbuatannya itu tidak baik, dan dia akan menghukum dirinya sendiri. Sebagai konsekuensinya, si anak masih tetap bakal bertindak serupa. Hal tersebut lantaran pada diri anak tertanam semacam sikap 'memberontak', sehingga lebih baik untuk menghukum anak dengan yang paling minimun.

Nah, jika anak masih tetap bermain-main dengan makanannya, sumber lain menyebutkan tindakan terbaik yang perlu dilakukan oleh ibu adalah mengambil piring makanan itu pada waktu yang dianggap tepat. Si anak, sudah barang tentu, akan merasa lapar setelah itu. Jadi, apa yang sebaiknya dikatakan Bunda ketika anaknya itu datang kepadanya beberapa saat kemudian? Apakah ibu perlu memberikan lagi makanan itu kepada anaknya? Jawabannya, ''Tidak''. 

Bagi sebagian ibu jawaban itu terasa kejam. Sebab, itu berarti membiarkan anak kelaparan. Akan tetapi dengan tidak makan saat itu dan setelahnya tidak akan berakibat apa pun. Namun, hal tersebut hanya akan terasa kurang nyaman saja, tapi ya cuma itu. Tindakan seperti itu daripada memarahi atau menjewer si anak.

''Hendaknya ibu memberikan penegasan bahwa itu adalah sebagai buah konsekuensi si anak tidak makan tepat waktu,'' kata Rahmi. Kemudian beri waktu misalnya satu atau dua jam sebelum dia mendapatkan makanannya, namun dalam waktu itu si anak tidak diperbolehkan minta dibuatkan makan kepada kakak atau si mbok.

Rahmi menekankan bahwa pada kondisi seperti itu memang dibutuhkan ketegasan dari orang tua. ''Namun perlu diingat, tegas bukan berarti keras, tegas yang perlu ditanamkan adalah siapa yang berbuat maka dia harus berani menanggung risiko,'' tukasnya.

Meski begitu Rahmi mewanti-wanti agar bentuk teguran yang diberikan kepada anak hendaknya dilakukan seminimal mungkin dan dengan sabar karena sifat anak yang masih sensitif. Yang terpenting adalah bagaimana agar anak tidak lagi mengulur-ulur waktu ketika makan atau menambah selera makan anak. Memarahi anak mungkin akan berhasil jika situasinya menghendaki butuh perhatian lebih. Misalnya saja jika Andi nakal saat makan malam bersama, maka dia perlu dinasihati agar segera bersikap baik. Namun, dalam jangka panjang penyelesaiannya butuh lebih banyak ketegasan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement