REPUBLIKA.CO.ID, Perempuan-perempuan yang memilih kelahiran di rumah seringkali mengatakan mereka ingin menghindari persyaratan-persyaratan rumah sakit, seperti pemantauan jabang bayi atau kebutuhan untuk mengoper tempat tidur dengan cepat, sehingga kelahiran normal dengan segera menjadi operasi. Prosedur Caesar adalah operasi besar, menurut mereka, dengan risiko-risiko serius untuk sang ibu, termasuk kemungkinan kerusakan saluran kencing pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
Namun, para ahli berbeda pendapat mengenai apakah kelahiran di rumah itu aman. Sebuah studi baru-baru ini di American Journal of Obstetrics & Gynecology melaporkan bahwa bayi-bayi yang lahir di rumah di AS 10 kali lebih tinggi untuk meninggal dan empat kali lebih mungkin mengalami kejang atau masalah-masalah syaraf lainnya. Studi ini menemukan bahwa pada sekitar 60.000 kelahiran yang direncanakan di rumah dari 2007 sampai 2010, 98 bayi tidak memiliki denyut nadi dan tidak bernafas lima menit setelah kelahiran, atau 1,6 dari 1.000 kelahiran. Tingkat kasus serupa di rumah sakit adalah 0,16 untuk setiap 1.000 bayi.
Salah satu penulis studi tersebut, Frank Chervenak, direktur pengobatan ibu dan anak di rumah sakit New York-Presybyterian/Weill Cornell, mengatakan, beberapa komplikasi yang mematikan dalam kelahiran dapat terjadi dengan sedikit atau tidak adanya peringatan. “Kami di sini berjuang dalam beberapa detik jika ada kesulitan dengan bayi yang tidak terduga. Kami terlatih, jadi merencanakan operasi Caesar darurat dan berjuang dalam beberapa detik," ujarnya.
"Itu benar-benar terjadi dalam hitungan detik. Jika seseorang tinggal satu blok dari rumah sakit, terlalu jauh," tambahnya seperti dilansir VOA.
Chervenak mengakui bahwa insiden masalah serius dalam kelahiran di rumah yang didampingi bidan adalah langka, namun hal tersebut terlalu berbahaya untuk dijadikan risiko, dan para dokter kandungan seharusnya melawan dengan kuat dan menolak berpartisipasi dalam gerakan tersebut. Para advokat mengatakan hal itu sama dengan menyarankan dokter kandungan tidak melakukan tes diagnostik amniocentesis, karena 1 dari 200 sampai 1 dari 400 berisiko akan menghadapi keguguran.