REPUBLIKA.CO.ID, Kekerasan seksual yang menimpa murid TK sebuah sekolah internasional membuat orang tua dan sekolah perlu mengambil sejumlah langkah antisipatif. Sekolah tak hanya harus memperhatikan kurikulum, tapi juga memastikan perilaku seluruh pihak di lingkungan sekolah sejalan dengan tujuan sekolah.
Dr Dwi Hastuti, pakar perkembangan anak sekaligus dosen Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen FEMA-IPB, mengatakan kurikulum yang diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar adalah bagian tak terpisahkan dengan perilaku semua pihak di sekolah. Pihak yang dimaksudnya mulai dari kepala sekolah, guru, pengelola, dan staf pendukung seperti administrasi hingga petugas keamanan atau tenaga pembantu umum.
''Mereka diberikan teladan dan adab serta kebiasaan yang sesuai dengan norma dan kehidupan beragama yang dipeluknya. Sifat saling menghormati, berbahasa santun, bersopan santun sesuai budaya Indonesia juga diterapkan dalam kehidupan di dalam dan di luar kelas,'' tuturnya, Senin (28/4), dalam siaran persnya.
Selain itu, sekolah dipandang Dewi perlu memiliki toilet yang terpisah antara siswa laki-laki dan perempuan. Ia juga menegaskan pentingnya sekolah memisahkan proses pergantian baju dan pakaian dalam secara tertutup. Meski itu di TK bahkan kelompok bermain.
''Ada lagi yang perlu dijunjung tinggi sekolah, yaitu pengenalan anggota tubuh dan berpakaian sopan dan santun harus menjadi keseharian,'' katanya menyambung.
Menurut Dewi, metode pendidikan karakter harus menjadi tujuan utama proses pendidikan anak sejak usia dini. Sebab, perilaku kebaikan (akhlakul karimah) bersifat universal dan harus dikenalkan pada anak sedini mungkin.
''Yang tak kalah penting adalah memilih guru yang berkarakter,'' katanya. Guru yang berkarakter akan membentuk anak didik yang berkarakter pula.