REPUBLIKA.CO.ID, Kondisi hamil tua bagi kebanyakan kaum perempuan sangat melelahkan. Saat usia kandungan mendekati masa-masa melahirkan, tenaga menjadi terkuras. Hal ini berdampak pada kurangnya kemampuan beraktivitas. Bahkan, ia terpaksa harus meninggalkan secara total pekerjaan yang sebelumnya kerap ia lakukan. Misalnya saja dalam soal aktivitas duniawi, wanita karier memilih mengambil cuti menjelang kehamilannya.
Ada banyak lagi rutinitas yang mendesak ditinggalkan selama hamil. Lantas bagaimana dengan urusan shalat lima waktu? Bolehkan ibu hamil meninggalkan shalat dengan alasan hamilnya? Bila tidak, bolehkah menjamak shalat agar lebih mudah dan tak memberatkannya?
Perintah shalat adalah kewajiban mutlak yang tak boleh diabaikan. Bagi Muslim atau Muslimah yang telah akil dan balig berkewajiban menunaikan perintah tersebut apa pun kondisinya sesuai dengan batas kemampuan. “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orangorang yang beriman.” (QS an- Nisa:103).
Dengan demikian, menurut Yahya bin Syaraf An Nawawi dalam kitab Rau- dlat At Thalibin, ulama bersepakat bahwa wanita hamil tidak boleh meninggalkan shalat lima waktu. Memang, sekali lagi, adakalanya para ibu hamil mendapatkan kesulitan. Mereka akan kesusahan, mulai dari mengambil air wudhu hingga saat pelaksanaan shalat. Karena itulah, muncul diskusi di kalangan para ulama, boleh atau tidakkah wanita hamil menjamak shalat.
Permasalahan ini pada dasarnya kembali pada kaidah tentang boleh atau tidaknya menjamak karena alasan keberatan (masyaqqah) yang menyebabkan lemah (dha’f). Hamil adalah bentuk dari keberatan dengan akibatnya berupa ketidakberdayaan perempuan hamil. Bila tetap dipaksakan shalat dengan segala ketentuannya seperti keadaan normal maka ini berarti memberikan beban di luar batas kemampuannya.