REPUBLIKA.CO.ID, Laki-laki adalah pemimpin karena punya kelebihan dibandingkan perempuan. Ia bertanggung jawab memberikan nafkah bagi keluarganya. Dan seorang suami adalah pemimpin, penasihat, pelindung, sekaligus pengayom keluarganya. Ia bertanggung jawab atas keamanan, keimanan, akhlak, dan kesejahteraan anak serta istrinya.
Ketika ia melalaikan hal itu, akan menimbulkan permasalahan dalam keluarga. Selain keimanan dan akhlak, hal yang perlu diperhatikan adalah kesejahteraan rumah tangga. Saat suami meninggalkan rumah untuk bekerja, dia harus memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Tak dibenarkan keluarganya ditinggalkan dalam keadaan kekurangan.
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar." (QS An-Nisa [4]: 9).
Ayat di atas menegaskan larangan bagi setiap orang tua meninggalkan anak-anak mereka dalam keadaan miskin, kekurangan, bodoh, lapar, dan sebagainya. Bahkan, seharusnya seorang ayah (suami), menjadikan anak, istri, dan keluarganya sebagai penyejuk hati.
Oleh karena itu, kewajiban seorang laki-laki sekaligus sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya untuk senantiasa membahagiakan mereka. Sering muncul pertanyaan, ketika seorang laki-laki sudah berumah tangga, untuk siapakah sesungguhnya harta yang diperolehnya?
Apakah hanya untuk dirinya sendiri atau keluarganya, seperti orang tua, saudara-saudaranya, anak serta istrinya? Pertanyaan ini terlontar akibat kurangnya perhatian seorang laki-laki saat mereka sudah berumah tangga. Bahkan, sering kali karena persoalan ini sebuah rumah tangga menjadi berantakan.
Ada yang mengatakan, harta yang diperoleh seorang suami untuk dirinya sendiri. Ada pula yang menjelaskan, harta itu untuk keluarganya juga termasuk anak dan istrinya. Bagaimanakah sesungguhnya pandangan Islam tentang hal ini?
Dalam Alquran surah An-Nisa [4]: 34 dijelaskan, "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka."
Ayat di atas secara tegas menyatakan, seorang laki-laki adalah pemimpin karena punya kemampuan lebih, terutama dalam menafkahkan harta miliknya kepada perempuan. Ini menjelaskan, harta seorang laki-laki bisa dipergunakan untuk keluarganya. Untuk anak istrinya, keluarganya (ayah dan ibu), maupun berbagi dengan saudaranya.
Artinya, harta si laki-laki tersebut bukan untuk kepentingan dirinya pribadi sebab dia punya kewajiban menafkahi anak-istrinya. Ia diperbolehkan bersedekah atau memberikan sebagian harta yang diperolehnya kepada orang tua atau saudaranya. Dan seorang istri, berhak meminta jaminan keamanan dan kesejahteraan dari suaminya.
Apalagi, jika suaminya-karena suatu tugas-bermaksud bepergian jauh dan meninggalkan anak istrinya dalam waktu yang lama. Suami berkewajiban memenuhi permintaan istrinya itu sepanjang kemampuan yang ia miliki.