REPUBLIKA.CO.ID, Salah satu ciri emansipasi wanita masa kini ialah keterlibatan mereka dalam dunia kerja dan mencari nafkah. Baik ketika masih hidup membujang ataupun sudah berstatus istri. Wanita karier yang masih lajang menggunakan gaji yang diperoleh biasanya untuk kebutuhan pribadi sehari-hari dan membantu keluarganya, seperti orang tua atau saudaranya.
Lalu, bagaimana jika yang bersangkutan menikah dan masih bekerja? Harus dikemanakan gaji yang ia dapat? Apakah suami berhak mengutak-utik penghasilan istrinya itu? Permasalahan ini memang sering memicu gesekan di kehidupan berumah tangga.
Mantan Deputi Kementerian Wakaf Mesir Syekh Manshur ar- Rifa’i Ubaid mengatakan, menurut hukum Islam, istri memiliki otoritas keuangan tersendiri. Seorang suami tidak memiliki hak untuk mencampuri urusan pendapatan istri. Apa lagi, jika klausul ini menjadi syarat ketika akad nikah. Misalnya, calon istri yang juga wanita karier itu memberi syarat dalam akad nikah jika penghasilannya setelah menikah tak boleh diganggu gugat. “Gajinya tak boleh diganggu gugat,” katanya.
Larangan ini sesuai dengan ayat, “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil.” (QS al-Baqarah [2]: 188).” Tetapi dalam hidup berumah tang ga mestinya apapun bisa dikomunikasikan. Seperti, kedua belah pihak saling memahami dan sepakat untuk mengalokasikan penghasilan tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maka, dalam kondisi munculnya kesepakatan itu tak jadi soal.