REPUBLIKA.CO.ID, Ibnu Abidin yang bermazhab Hanafi dalam kitab Rad al-Mukhtar berkisah, suatu saat Abu Hanifah pernah ditanya tentang seorang suami yang memegang bagian intim istrinya, begitu juga sebaliknya disertai dengan penglihatan. Abu Hanifah menjawab, aktivitas itu tak jadi masalah.
Bahkan, salah satu riwayat ekstrem dari pencetus mazhab Hanafi ini menyatakan keduanya bisa saling melakukan (maaf, oral seks). Ini ditegaskan pula oleh Imam al-Fanani dari mazhab Syafii. Imam al-Mardawi dari mazhab Hanbali memberikan catatan, boleh menyentuh bagian intim istri sebelum bersenggama, sedangkan sesudahnya lebih baik dihindari. Kelompok ini juga membantah sebuah hadis dari Ibnu Abbas dan Abu Hurairah bahwa barang siapa yang melihat kemaluan pasangannya akan menyebabkan kebutaan. Hadis ini, oleh Ibn al-Jauzi divonis palsu.
Syekh Salman al-Audah menambahkan, atas dasar inilah para ulama memperbolehkan kedua pasangan melalukan fantasi saat bersenggama, tak terkecuali (maaf, oral seks). Salah satu di antara dalil yang dijadikan rujukan ialah surah al-Baqarah ayat 223. “Mereka istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” Selama dalam koridor yang pantas dan diperbolehkan. Misalnya, tidak melakukan senggama di dubur atau saat haid.
Selain itu, Syekh Salman memberikan sejumlah nasihat, yakni hendaknya tetap menjaga etika dan norma. Apalagi, daerah sensitif itu rawan dengan najis. Melakukan fantasi seks seperti oral itu akan berdampak pada kesehatan jika dilakukan secara terus-menerus.
Efek negatif perilaku seks tersebut seperti yang terkuak dalam ilmu kedokteran masa kini. Karenanya, ia menyarankan agar sebaiknya ditinggalkan saja. Sekalipun, tindakan tersebut tak dihukumi haram. Agar tetap terjaga keharmonisan antarkedua pasangan itu, ia menyarankan, hendaknya dikomunikasikan dengan baik bila muncul penolakan dari salah satu pasangan. Komunikasi yang baik itu termasuk bentuk dari membina pergaulan yang apik dalam hidup berumah tanggah. “Dan, bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS an-Nisaa' [4]: 19)