Senin 10 Jun 2013 17:38 WIB

Wajibkah Istri Membayar Utang Suami?

Hubungan suami istri/ilustrasi
Foto: closerdaybyday.info
Hubungan suami istri/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nashih Nashrullah

Utang suami yang meninggal dunia tidak serta-merta berpindah tangan kepada istri atau keluarga yang ditinggalkan.

Berutang memang penuh risiko. Baik risiko yang akan ditanggung oleh yang bersangkutan atau bahkan keluarga yang ditinggalkan. Misal, dalam kasus suami meninggal dunia. Persoalan ini memang memunculkan pertanyaan yang cukup membingungkan sebagian kalangan. Bila almarhum suami meninggalkan utang, apakah istri wajib membayarnya?

Sebelum menjelaskan hal itu, Prof Abdul Karim Zaidan dalam bukunya yang berjudul al-Mufashal fi ahkam al-Marati menegaskan, pada dasarnya perempuan memiliki otoritas pengelolaan uang yang ia peroleh dari mata pencariannya sendiri. Ia berhak mendayagunakan apa pun sesuai dengan keinginannnya tanpa intervensi dari pihak manapun. Ini banyak ditegaskan di sejumlah ayat dan hadis Rasulullah SAW. Salah satu hadis itu, seperti kisah Barirah yang dinukilkan Aisyah.

Berdasarkan fatwa yang pernah dikeluarkan Lembaga Fatwa (Dar al-Ifta) Mesir, istri tidak memiliki kewajiban apa pun menanggung dan memenuhi utang almarhum suaminya. Tanggungan itu tidak serta-merta berpindah ke ahli waris. Bila tak terbayar, kewajiban utang itu menjadi tanggungan almarhum yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya.

Jika kasus seperti ini, sebaiknya utang ter sebut ditutupi dari harta warisan almarhum sua mi. Karenanya, Islam menekankan agar sebelum pembagian harta waris, hendaknya utang dan wasiat didahulukan agar ditunaikan lebih dulu. Ini seperti yang ditegaskan dalam Alquran. “(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya.” (QS an-Nisaa’ [4]: 11).

Kecuali, jika memang Anda, para istri, merelakan harta untuk dialokasikan menutup utang almarhum. Ini merupakan bentuk tolong-menolong dalam kewajiban. Ketentuan serupa juga berlaku dalam kasus yang berutang dan meninggal adalah pihak istri. Suami yang ditinggalkan tidak secara otomatis menanggung beban tersebut.

Lalu, timbul pertanyaan, bolehkah istri meng alokasikan zakat ataupun sedekahnya untuk membayar utang suami yang telah berpulang? Para ulama berbeda pendapat. Menurut kelompok yang pertama, zakat mal tersebut tidak boleh diperuntukkan membayar utangutang almarhum suami tersebut. Opsi ini adalah pilihan sejumlah mazhab, yakni Hanafi, salah satu riwayat di Mazhab Syafi’i dan Hanbali.

Dalam pandangan kalangan kedua, peng alokasian dana zakat untuk suami yang dililit utang diperbolehkan. Ini dengan catatan, se lama kriteria seorang yang pailit akibat utang (gharim) terpenuhi. Pandangan ini dianut oleh Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali di salah satu riwayat.

Ibnu Taimiyah juga mengamini opsi tersebut. Imam ad-Dasuqi menambahkan, pengalokasian dana zakat hendaknya mengedepankan utang me reka yang meninggal dalam kondisi di atas dibandingkan dengan utang mereka yang masih hidup. Kelompok yang kedua beralasan sesuai de ngan ketetapan yang pernah dicontohkan Rasulullah. Rasulullah mengizinkan Zainab me nyerahkan zakat malnya untuk Abdullah bin Masud yang tak lain suaminya sendiri.

 “Ada dua pahala, pahala kekerabatan dan pahala sedekah,” sabda Rasul.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
۞ وَلَقَدْ اَخَذَ اللّٰهُ مِيْثَاقَ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَۚ وَبَعَثْنَا مِنْهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيْبًاۗ وَقَالَ اللّٰهُ اِنِّيْ مَعَكُمْ ۗ لَىِٕنْ اَقَمْتُمُ الصَّلٰوةَ وَاٰتَيْتُمُ الزَّكٰوةَ وَاٰمَنْتُمْ بِرُسُلِيْ وَعَزَّرْتُمُوْهُمْ وَاَقْرَضْتُمُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا لَّاُكَفِّرَنَّ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَلَاُدْخِلَنَّكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۚ فَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذٰلِكَ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاۤءَ السَّبِيْلِ
Dan sungguh, Allah telah mengambil perjanjian dari Bani Israil dan Kami telah mengangkat dua belas orang pemimpin di antara mereka. Dan Allah berfirman, “Aku bersamamu.” Sungguh, jika kamu melaksanakan salat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, pasti akan Aku hapus kesalahan-kesalahanmu, dan pasti akan Aku masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Tetapi barangsiapa kafir di antaramu setelah itu, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.”

(QS. Al-Ma'idah ayat 12)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement