REPUBLIKA.CO.ID, Assalamu 'alaikum wr wb.
Ustadz Qurais Shihab yang saya hormati, saya pernah mendengar bahwa akad nikah yang dilakukan oleh mempelai wanita yang sedang tidak suci (sedang berhalangan) tidaklah sah. Betulkah itu? Terus terang saya tidak pernah menemukan hadis berkaitan dengan hal itu, pun tidak pernah ada petugas KUA yang menanyakan apakah calon pengantin wanita sedang berhalangan atau tidak ketika akan akad. Lalu kalau tidak sah, apakah nikahnya harus diulang sedangkan si istri kini sudah hamil? Wassalam.
Rizky [email protected]
Jawaban:
Anda benar, tidak ada ayat tidak ada juga hadis Nabi SAW yang menyatakan bahwa wanita yang haid tidak boleh menikah/dinikahi. Tidak seorang ulama pun berpendapat demikian. Benar ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami dan istri tetapi tidak seorang ulama pun yang menjadikan kesucian wanita dari haid sebagai salah satu syarat.
Syarat-syarat yang dikemukakan para ulama, ada yang berkaitan dengan calon suami dan istri, dan ada juga yang berkaitan khusus dengan calon suami saja, atau calon istri saja. Antara lain bahwa keduanya tidak haram saling mengawini, baik karena hubungan seketurunan, atau hubungan kekeluargaan tertentu, maupun karena hubungan persusuan. Juga tidak sah perkawinan siapa yang tidak jelas jenis kelaminnya, apakah pria atau wanita.
Selanjutnya, ulama juga sepakat menyatakan bahwa tidak sah perkawinan seseorang yang sedang berihram untuk melaksanakan haji atau umrah, berdasar hadis Nabi SAW: "Siapa yang sedang berihram, tidak dibenarkan baginya kawin atau mengawinkan atau melamar." Syarat lainnya adalah bahwa calon suami bagi seorang wanita Muslimah haruslah Muslim, sedang calon istri bagi seorang Muslim haruslah seorang Muslimah atau penganut agama Yahudi atau Nasrani.
Juga yang penting adalah bahwa calon istri tidak berstatus istri pria yang lain, atau sedang dalam keadaan masa tunggu yang berkaitan dengan suami yang lain, tidak juga dalam status tertalak tiga bagi suami yang menalaknya sebelum dikawini oleh pria lain, atau perkawinan itu menjadikannya istri kelima. Dan syarat yang tidak kurang pentingnya adalah bahwa calon suami maupun istri tidak melaksanakan perkawinan itu dalam keadaan dipaksa. Dengan demikian, perkawinan dengan seorang wanita yang memenuhi syarat-syarat di atas, walau sedang dalam keadaan haid tetap sah dan tidak perlu diulang. Demikian, Wa Allah A'lam.