REPUBLIKA.CO.ID, Saya gadis 29 tahun, sudah bekerja. Sebagai anak perempuan tertua, saya seolah diburu rasa bersalah sekaligus malu, karena sampai saat ini tak ada tanda-tanda saya akan segera beroleh jodoh. Orangtua mungkin bosan bertanya. Mereka kini tampak kasihan pada saya. Saya pun malu jika ada orang lain bertanya perihal ini. Meski pertanyaan mereka sangat halus dan mencoba untuk tak menyinggung. Tapi saya merasa pasti pertanyaan itu ada kaitannya dengan pertanyaan, ''Kok belum menikah juga?''
Perlu diketahui, saya ini bukan tergolong gadis cantik. Saya pun kurang pandai bergaul. Saya juga tak pernah pacaran atau punya teman lelaki khusus. Tapi cita-cita untuk menikah sudah saya pasang jauh-jauh hari, selepas dari pendidikan PT. Bagaimana caranya agar saya ini segera memperoleh jodoh?
Si
Jkt
Jawaban:
Adik Si yang baik Saya melihat persoalan yang adik hadapi banyak dihadapi oleh gadis-gadis seusiamu. Rata-rata mereka juga sudah lulus PT, malah sudah beberapa tahun bekerja. Mereka juga gadis-gadis baik. Tak suka ngobrol cinta kepada laki-laki hanya supaya tak dikatakan sebagai ''gadis yang tak laku''. Yang jelas, mereka seperti halnya Dik Si, ingin segera menikah mengingat umur yang semakin besar angkanya.
Sebagai muslim, Anda mungkin telah menyadari bahwa menikah berarti menyempurnakan iman yang tadinya setengah menjadi penuh. Pada dasarnya, Allah juga menjanjikan kebaikan bagi mereka yang memenuhi pernikahan. Tak salah bila ini menjadi cita-cita para muslim yang masih lajang.
Meski begitu, sebelum seseorang memasuki dunia pernikahan, perlu adanya persiapan tertentu. Pertama adalah kematangan jasmani. Oleh karena itu dalam UU Perkawinan disebutkan, hanya setelah seorang gadis atau pemuda menginjak usia tertentu, mereka baru boleh menikah. Selanjutnya adalah kematangan jiwa. Terkadang ada gadis yang masih muda, namun jiwanya telah matang, sehingga ketika gadis itu menikah di usia muda, orang sekeliling tak perlu mengkhawatirkan kehidupan perkawinannya. Ada pula gadis dan jejaka yang umurnya sudah kepala tiga namun masih saja merasa tak siap menikah. Mereka biasanya beralasan tak siap bertanggung jawablah, belum siap berbagilah, dan sederet alasan lain yang sebenarnya lebih menunjuk pada kekurangmatangan kondisi jiwanya.
Tak kalah penting adalah kematangan pikiran. Ini ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki, rangkaian pendidikan, dan pengalaman hidup yang memberi andil dalam cara pikir dan perilaku seseorang.
Pada kasus Anda, saya melihat sikap Anda sangat hati-hati. Saya ingin tanya, sudahkah Anda mencoba merealisasikan cita-cita untuk mendapatkan calon suami yang baik itu dengan berbagai cara? Tentunya yang tak menyimpang dari nilai-nilai Islam. Ketika Anda memikirkan Sang Calon, sudahkah Anda bicara serius atau minta bantuan untuk mencarikan dan mengenalkan) kepada orang lain yang Anda percaya? Apakah itu orangtua sendiri, paman, bibi atau sahabat dekat. Cara ini Insya Allah ''lebih aman'' ketimbang Anda harus sibuk menebar pandangan dan angan-angan berdasar tolak ukur Anda sendiri. Sudah pulakah Anda berkonsentrasi khusus pada soal perkawinan (bukan melulu soal pekerjaan) sambil mengiringinya dengan shalat hajat atau tahajjud yang terus menerus?
Di luar itu, pupuslah rasa bersalah dan rasa malu yang berlebihan sehingga Anda bisa tampil sebagaimana adanya. Terakhir, teruslah pasang harapan baik dan percaya bahwa Allah akan menolong setiap hamba-Nya yang meminta.