REPUBLIKA.CO.ID, Meja belajar, sudut belajar yang menyenangkan su dah tersedia. Kok si bu yung dan si upik masih harus diingat-ingatkan, terkadang diteriaki un tuk membuat PR-nya? Jangan-jangan itu sebagian dari potret Anda. Jangan buru-buru mengkeret.
Chick Moorman dan Thomas Haller penulis buku The 10 Com mitments: Parenting with Purpose melihat hal itu umum pada anak-anak belahan bumi mana pun. Dalam ‘How to Motivate Your Kids to Do Homework: Without having a nervous breakdown yourself’, mereka melihat dari sudut pandang agak berbeda yang mungkin bisa menjadi cara baru para ayah bunda yang risau menghadapi kemalasan anak membuat PR. Mereka menyebut tiga ‘hukum’ PR yang perlu dipahami para orang tua agar tidak keburu putus asa.
Hukum I: Sebagian besar anak tak suka membuat PR.
Anak-anak tidak suka duduk dan belajar. Setidaknya, setelah sehariandi sekolah yang membuat mereka harus duduk dan belajar. ‘’Jadi, lepaskanlah keinginan Anda untuk mem buat mereka menyukai PR,’’ kata Moorman. Fokuskan saja pada membuat mereka mengerjakannya.
Hukum II: Anda tak bisa membuat siapa pun mengerjakannya.
Anda tak bisa memaksa anak belajar. Anda tak bisa membuat anak berperilaku tertentu. Anda tak bisa membuatnya menggerakkan pensilnya. Karena tak bisa mendesak, Anda bisa membantunya. Fokuskanlah pada upaya membantu Anak dengan mengirimkan undangan positif. Undangan untuk membuat PR tentunya.
Hukum III: PR adalah urusan anak.
Pensil mereka harus bergerak. Otak harus di pa kai. Mereka harus duduk di kursi. Terlalu ba nyak orang tua yang melihat PR sebagai masalah orang tua. ‘’Maka mereka menciptakan ultimatum, berteriak, mengancam, menyogok, meng hu kum, dan menahan kesukaan anak,’’ kata Moor man dan Haller, ‘’Apakah Anda memerha ti kan bahwa sebagian besar taktik ini tidak berhasil?’’ Menurut mereka berdua, tanggung jawab ayah bunda adalah memberikan kesempatan mengerjakan PR.