REPUBLIKA.CO.ID,Berbelanja ( shopping) adalah aktivitas yang ditunggu-tunggu oleh kebanyakan orang, terutama kaum Hawa. Kala berbelanja, tak sedikit rupiah yang digelontorkan untuk membeli barang yang diinginkan.
Tak jarang, hingga menghabiskan dana dan menimbulkan kesan berlebih-lebihan. Akibat ‘virus’ berbelanja yang kelewat batas, tak sedikit dari mereka yang terpaksa terlilit utang kartu kredit.
Bagaimana Islam memandang hukum berbelanja dengan gambaran kasus di atas, alias berlebih-lebihan dalam berbelanja? Bolehkah Muslimah membelanjakan hartanya sedemikian rupa?
Syekh Yusuf Al Qaradhawi, dalam laman resminya menyebutkan sikap ‘rakus’ berbelanja menghabiskan uang, sangat dikecam dalam Islam. Hukumnya pun haram dilakukan. Meskipun uang tersebut adalah hasil jerih payahnya sendiri. Konsep kepemilikan harta yang berlaku dalam Islam, pada dasarnya uang yang dimiliki bukanlah kepunyaan pribadi secara mutlak.
Harta itu hanya dititipkan kepada yang bersangkutan. Ada hak orang lain di sebagian harta itu. Karena itu, ada hukum pemblokiran dana bagi mereka yang belum dapat mengelola keuangan. “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.” (QS An Nisaa’ [4] : 5).
Qaradhawi yang menjabat ketua Perhimpunan Ulama se-Dunia itu mengatakan bukan berarti Islam melarang berbelanja. Tetapi, yang ditekankan ialah pentingnya prinsip keseimbangan. Artinya, berbelanja boleh-boleh saja, tetapi tetap tidak menghambur-hamburkan uang. Di sisi lain, keseimbangan itu juga melarang sikap terlalu irit hingga menyulitkan diri sendiri.
Apakah takaran belanja yang berlebihan? Menurut Qaradhawi yang memperoleh gelar doktor di Univer sitas Al Azhar, Kairo, Mesir, itu ukuran nya ialah pengalokasian dana untuk membeli barang yang terlampau mewah dan kurang dari segi peruntukkannya. Misalnya saja berbelanja wadah atau aksesori berbahan dasar emas, perak, intan, dan permata hanya untuk keperluan perabotan rumah.
Qaradhawi pun lantas mengutip pendapat para bijak yang mengatakan keutamaan itu akan melimpah berada di antara sikap berlebih-lebihan dan kikir. Belanja berlebihan termasuk kate gori tabzir yang dilarang. Sedangkan terlalu mengirit adalah kikir. Tidak terlalu boros dan tidak pula irit adalah keutamaan.