REPUBLIKA.CO.ID, Tindak kekerasan bisa terjadi di semua level ekonomi. Kekerasan terjadi akibat masalah persepsi. Bahwa ada satu pihak yang lebih berkuasa.
Psikolog pendidikan, Karina Adistiana, yang akrab disapa Anyi menyarankan ketika anak mengalami kekerasan, seperti dipukul teman sebaiknya orang tua mengajari anak untuk membela diri dan bertahan. Namun katakan membela diri berbeda dengan membalas. Selain itu ajari pula anak unuk mengkomunikasikan bahwa yang dilakukan menyakiti dan melanggar aturan. “Ini akan lebih ber guna kalau anak memang tahu aturan-aturan apa saja yang bisa digunakan,” tambahnya.
Ia menambahkan yang perlu dijaga ada lah komunikasi antara orang tua dan sekolah, bukan sekadar laporan saat terjadi keke rasan. Ada kalanya ketika anak sudah kewa lah an mengatasi masalah kekerasan sendirian, orang tua perlu ikut campur dan ikut bertindak. Bicarakan dengan sekolah tentang menyelamatkan anak dan mendidik anakanak lain, bukan menghukum.
Ia menegaskan orang tua juga harus menanamkan kepekaan sosial, rasa saling menghargai sesama manusia (apapun karakternya), dan berbagai materi yang penting. Caranya orang tua harus menjadi teladan dengan memberi contoh tentang kepekaan sosial.
Orang tua juga perlu melibatkan anak dalam kegiatan-kegiatan yang bisa menjadi alat untuk mengembangkan kemampuan itu. Misalnya minta anak mendiskusikan masalah dengan saudaranya ketika terjadi konflik, bukan dengan langsung menghukum. “Sejak anak kecil kepekaan sosial bisa dikembangkan dalam bentuk sederhana, misalnya ajari tentang tiga kata istimewa (maaf, tolong, terimakasih) yang diberikan sesuai konteks. Ajari juga untuk berbagi dan bekerjasama, bukan sekedar bersaing,” tambahnya.
Selain itu, saat ini sangat jarang ada se kolah yang punya aturan baku untuk meng atasi masalah kekerasan. Tidak ada pembedaan level juga untuk masalah-ma salah yang terjadi. Guru dan orangtua bahkan tak punya bekal untuk mengenali anak-anak yang perlu materi tambahan.
Pembuatan aturan atau SOP (Standard Operating Procedure) memerlukan kerjasama antara sekolah dan orang tua agar optimal. Bila ada SOP, bukan sekadar aturan, yang dikomunikasikan sejak awal pada orangtua maupun pada murid, maka diharapkan setiap pihak tahu batasan dan punya kepekaan. Anyi menegaskan, SOP dan pemberian materi kepekaan dan kemampuan sosial harus berjalan beriringan. Tidak bisa berjalan sendiri-sendiri.