REPUBLIKA.CO.ID, Lazimnya ibadah lainnya, nikah juga membutuhkan keteguhan dan ketulusan niat. Ragam persoalan yang dihadapi pasangan suami istri, sebagian besar bermuara pada ketidakjelasan niat. Nikah bukan sekadar mendongkrak rezeki atau sebatas mempertemukan dua sejoli dalam ikatan suci.
Melainkan, niat menikah mesti dilandasi ketulusan. “Beribadah kepada Allah SWT,” kata pakar sekaligus konsultan keluarga Ustaz Mohammad Fauzil Adhim. Berikut petikan lengkap wawancara wartawan Republika, Erdy Nasrul, dengan penulis buku-buku keluarga tersebut:
Apa bekal penting untuk menikah?
Kalau kembali kepada dasar agama seharusnya orang mau menikah harus menguasai ilmu tentang pernikahan. Kedua pihak, baik calon suami maupun calon istri harus bisa saling memahami. Lebih dari itu, mereka harus mengerti bagaimana Islam memandang pernikahan.
Niat seperti apa yang diajarkan sebelum nikah?
Saya dapati dari orang-orang yang konsultasi kepada saya sebagian besar bermasalah karena niat. Niatnya tidak beres ketika menikah. Menikah bukan sekadar meningkatkan rizki. Ini bukan hanya untuk berhubungan suami istri. Melainkan, lebih dari itu. Menikah adalah beribadah kepada Allah. Ketika menikah, kita menjalani syariat Allah. Ini kemuliaan karena sarat dengan dimensi spiritual.
Apa urgensi “persiapan” fisik dan mental sebelum menikah?
Paling pokok yang harus disiapkan adalah ilmu dan niat. Saya perhatikan banyak tawaran berbagai persiapan. Itu kok bikin tambah takut. Bayangkan, ada saja hal-hal yang menyelimuti inti pernikahan yang dianggap harus dilakukan, padahal belum tentu. Belum lagi beban biaya yang tidak sedikit. Inti dari pernikahan adalah ibadah, tidak harus mengeluarkan biaya yang banyak.
Harus diingat, niat terkait tujuan apa yang ingin dicapai dan diperjuangkan. Dan, ilmu mencapai pernikahan harus didalami. Bahwa, laki-laki harus menggauli istrinya dengan kebaikan, sudah ada dalam ilmu Islam. Ada kewajiban lain terkait agama lain, seperti perkataan yang baik. Ini menyangkut etika yang perlu pelajari.