REPUBLIKA.CO.ID, Kian maraknya perceraian memang mencemaskan. Menurut Wakil Menteri Agama, Prof Dr Nasaruddin Umar MA, sendi-sendi rumah tangga kini memang terasa kian longgar, terutama dalam 10 tahun terakhir (pascareformasi).
Dia mengungkapkan, tak kurang dari 15 faktor penyebab perceraian terdata di pengadilan agama. Yang pertama, faktor ketidakcocokan. Ketidakcocokan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan kewarganegaraan. "Kawin lintas negara potensi perceraiannya tinggi. Tapi, angka paling tinggi perceraian itu karena lintas agama. Hampir 80 persen perkawinan lintas agama berujung dengan perceraian."
Tingginya angka perceraian juga disebabkan perselingkuhan. Yang memprihatinkan, kata Nasaruddin, jika dulu perselingkuhan banyak dilakukan laki-laki, kini justru banyak dilakukan perempuan. "Ini penemuan dari berbagai penelitian," ungkap Nasaruddin.
Nasaruddin prihatin kalau kondisi ini terus dibiarkan. Sebab, cikal bakal sebuah masyarakat adalah rumah tangga. "Hemat saya, jangan kita ngomong besar tentang negara yang ideal kalau hal ini dibiarkan terjadi. Sulit kita bicara soal masyarakat ideal, negara yang ideal, di atas rumah tangga-rumah tangga yang berantakan," tegas dia. Ia pun mengingatkan, "Masyarakat itu sendinya adalah keluarga. Kalau ingin masyarakat kuat, keluarga harus kuat."