Rabu 13 Nov 2013 16:58 WIB

Anak Masih Batita, Perlukah Sekolah?

Ajak batita bermain/ilustrasi
Foto: sheknows.com
Ajak batita bermain/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Menurut psikolog pendidikan yang juga dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Evita, sekolah bagi anak usia batita merupakan sebuah alternatif. Bagi orang tua yang sibuk bekerja, sekolah bagi batita bisa menjadi pilihan. Apalagi, bila anak di rumah merupakan anak tunggal dan keluarganya bersifat individual. Maka, selagi orang tua bekerja, anak bisa dise kolahkan. 

Menurutnya, anak usia dua tahun sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan. Pada usia ini anak umumnya mulai mengenal dan memaknai lingkungan sekitarnya serta orang-orang di sekelilingnya. Sekolah yang ditujukan untuk batita biasanya juga sudah memiliki sistem yang teratur. Kurikulumnya, dikatakan Evita, juga mengandung aspek fisik, motorik, emosional, dan kognitif anak. Sehingga, sekolah bagi batita memiliki pengetahuan tentang aspek apa yang harus dirangsang dan dikembangkan sesuai tingkat usia anak. 

Sekolah dengan kelas batita, ia menambahkan, umumnya telah memiliki prosedur tetap. Misalnya, anak usia satu tahun harus sudah bisa apa, begitu juga untuk anak usia dua dan tiga tahun. “Jadi, kalau anak usia satu tahun, mi salnya belum bisa berjalan, mereka akan pacu terus supaya bisa,” ujar Evita. Tak hanya itu, sekolah untuk batita kerap menyediakan alat permainan khusus yang memang sesuai untuk anak usia tersebut. 

Dengan sekolah yang memiliki program bagus, anak akan memiliki sosialisasi dan pembelajaran sosial yang lebih baik, serta kemampuan emosional yang lebih baik pula. Anak akan belajar memperhatikan temannya dan berbagi. Selain itu, fisik anak juga bisa lebih terlatih. Namun, sekolah usia dini tidak untuk semua orang. Evita berujar, orang tua yang tidak sibuk dan memiliki waktu cukup dapat memberikan stimulasi atau rangsangan secara langsung ke anak. 

“Kalau orang tua sibuk, tidak masalah anak disekolahkan. Tapi, kalau ada orang tua di rumah, ya orang tua yang melatih anandanya. Misalnya, melatih kepercayaan diri anak dengan mengajarkannya menaiki tangga. Atau, latih anak berjalan di tempat yang kasar,” kata Evita. 

Berbeda dengan sekolah yang lebih formal mendidik anak, orang tua cenderung lebih sering memberikan keringanan. Misalnya, bila anak belum bisa berjalan, orang tua pun tidak akan memaksa jika anak belum bisa. “Kalau orang tua betul-betul siapkan waktu dengan anak, tidak kalah baiknya menurut saya dengan anak disekolahkan,” ujarnya. 

Dengan melatih sendiri anak, Evita mengatakan dampaknya akan dirasakan oleh orang tua dan anak. Kelekatan antara orang tua dan anak akan bertambah erat, begitu juga kasih sayang dan komunikasi yang lebih baik. Sisi negatifnya, di sisi lain kondisi rumah yang tidak selalu nyaman dan positif kerap berimbas ke anak. Seperti, jika orang tua sedang banyak pikiran dan beban. “Kadang orang tua tidak seteratur di lembaga,” ujarnya. 

Jadi, untuk memberikan variasi suasana kepada anak, orang tua bisa mengajak anak ke sekolah tersebut. Pa ling tidak seminggu sekali atau sebulan sekali. Atau, bisa dilakukan saat akhir pekan. Dan, dilakukan hanya beberapa jam saja. Tujuannya agar anak mendapat banyak stimulasi dan pembelajaran.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement